Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus PN Medan: Merry Purba Nangis di Depan Pintu Masuk Gedung KPK

Hakim Adhoc Merry Purba, tersangka kasus suap kepada hakim PN Medan, menangis di depan pintu masuk gedung KPK menjelang dirinya menjalani pemeriksaan.
Merry Purba/Bisnis-Rahmad Fauzan
Merry Purba/Bisnis-Rahmad Fauzan

Bisnis.com, JAKARTA -- Hakim Adhoc Merry Purba, tersangka kasus suap kepada hakim PN Medan, menangis di depan pintu masuk Gedung KPK menjelang dirinya menjalani pemeriksaan.

Sebelumnya, sekitar pukul 10.00 wib Merry Purba mendatangi gedung KPK dan keluar dari gedung itu sekitar pukul 10.50 wib.

"Nanti kembali lagi pukul 13.00 wib," ujarnya sebelum memasuki mobil tahanan di KPK, Rabu (5/9/2018).

Sekitar pukul 13.00 wib, Merry kembali ke Gedung KPK dan mengatakan terdapat sedikit kesalahan dalam nomor BAP sehingga waktu pemeriksaannya diubah. Saat memberikan keterangan, mendadak Hakim Adhoc tersebut menangis.

"Saya mohon supaya diberikan kesempatan agar didampingi oleh PH (penasihat hukum), walaupun kedudukan saya sebagai saksi...enggak boleh dong sembarangan untuk merombak nomor apa pun itu," ujarnya.

Sebelumnya, seusai ditetapkan sebagai tersangka, Merry Purba mengatakan dirinya tidak mengerti satu hal pun terkait dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Hal tersebut disampaikan Merry Purba di luar gedung KPK usai menjalani pemeriksaan sekitar sepuluh jam dan langsung ditetapkan sebagai tersangka.

"Saya tidak mengerti atas dasar apa saya jadi ditahan seperti ini. Sampai sekarang saya tidak tahu apa-apa," ujar Merry, Rabu (29/8/2018).

Hal serupa kembali disampaikan yang bersangkutan hari ini menjelang diperiksa KPK.

"Saya tidak mau dikorbankan. Kalau saya disakiti saya akan berjuang, itu prinsip saya, saya melakukan yang benar. Dari awal saya katakan, kalau saya melakukan saya akan langsung bersujud mengatakan bahwa saya salah. Tapi, saya tidak, saya dikorbankan. Hanya itu," ujarnya.

Menanggapi pernyataan Merry, Juru Bicata KPK Febri Diansyah mengatakan KPK sudah sering menghadapi penyangkalan-penyangkalan baik yang disertai sumpah atau pun tidak.

"Namun, banyak juga yang mengakui perbuatannya. Yang terpenting bagi KPK adalah tetap menangani kasus-kasus korupsi secara hati-hati dengan bukti yang kuat. Jika memang tersangka MP memiliki informasi tentang pelaku lain, silakan disampaikan pada penyidik," papar Febri.

Berdasarkan keterangan resmi KPK, Merry diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk ditangani.

"Diduga total pemberian yang sudah terealisasi dalam kasus ini adalah SGD280 ribu. SGD130 ribu ditemukan KPK di tangan H -- Helpandi, selaku penerima lainnya yang juga beprofesi sebagai Panitera Pengganti PN Medan -- sedangkan SGD150 ribu sisanya diduga telah diterima oleh MP," papar Ketua KPK Agus Rahardjo pada saat konferensi pers, Rabu (29/8/2018).

Sementara itu, tersangka Merry Purba mengatakan dirinya tidak mengenal, tidak pernah bertemu, dan tidak pernah berkomunikasi dengan tersangka Tamin Sukardi, terdakwa kasus tindak pidana korupsi yang diduga sebagai pihak yang memberi hadiah atau janji dalam kasus ini.

"Enggak kenal. [Kenal] waktu perkara saja, waktu sidang," ujar Merry.

Merry ditahan terkait OTT kasus suap putusan perkara di PN Medan.

Dari total delapan orang yang diamankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait operasi tangkap tangan pada Selasa (28/8/2018) lalu di Medan, empat orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka.

Keempat tersangka tersebut, yaitu:

Sebagai penerima
•Merry Purba, Hakim Adhoc tipikor di PN Medan
•Helpandi, Panitera Pengganti di PN Medan

Sebagai pemberi:
•Tamin Sukardi, swasta
•Hadi Setiawan, swasta, orang kepercayaan Tamin Sukardi

Sebagai pihak yang diduga penerima, Merry Purba dan Helpandi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau huruf Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, sebagai pihak yang diduga pemberi, Tamin Sukardi dan Hadi Setiawan disangkakan melanggar pasal 6 (1) huruf a atau Pasal 5 (1) a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmad Fauzan
Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper