Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tidak Tetapkan Sjamsul Nursalim Sebagai Tersangka, KPK Digugat Praperadilan

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menggugat praperadilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena sampai saat ini belum menetapkan Sjamsul Nursalim sebagai tersangka.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo./Antara-Wahyu Putro
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo./Antara-Wahyu Putro
Bisniscom,  JAKARTA -- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menggugat praperadilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena sampai saat ini belum menetapkan Sjamsul Nursalim sebagai tersangka.
 
Sjamsul Nursalim diduga kuat terlibat dalam perkara tindak pidana korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
 
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mengemukakan Sjamsul Nursalim terlibat dalam perkara itu, karena dalam pembacaan dakwaan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafrudin A Tumenggung oleh Jaksa pada 14 Mei 2018 disebut ada korupsi pemberian SKL kepada para pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004 yang dilakukan secara bersama-sama. Para pemegang saham itu, menurut Boyamin adalah Syafruddin Tumenggung bersama Sjamsul Nursalim, Itjih S. Nursalim dan Dorojatun Kuntjoro Jakti.
 
"Pemeriksaan terdakwa dan saksi sudah selesai. Tinggal pembacaan tuntutan saja, tapi sampai kini Sjamsul Nursalim dan kawan-kawannya ini tidak kunjung ditetapkan tersangka juga oleh KPK," tutur Boyamin, Selasa (4/9/2018).
 
Dia mengatakan alasan lain MAKI menggugat KPK yaitu karena KPK sampai saat ini dinilai tidak mampu menghadirkan Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim sebagai saksi persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Selain itu, Boyamin juga berpandangan KPK tidak melakukan upaya hukum yang memadai atas mangkirnya Sjamsul Nursalim dan Itjih S. Nursalim sebagai saksi baik dalam tahap penyelidikan, penyidikan hingga ke tahap penuntutan.
 
"Upaya hukum yang seharusnya dilakukan adalah melakukan cekal, DPO dan red notice Interpol terhadap Sjamsul Nursalim dan Itjih S. Nursalim," katanya.
 
Menurut Boyamin, sesuai ketentuan dalam Pasal 5 dan 5 pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pasal 25 UNdang-Undang Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa termohon KPK tidak melaksanakan tugas dan kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang itu. 
 
"Bahwa termohon dalam mendalilkan dirinya tidak melakukan Penghentian Penyidikan selalu berlindung ketentuan Pasal 40 UU KPK yang isinya bahwa KPK tidak berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan dalam kasus tindak pidana korupsi," ujarnya.
 
Seperti diketahui, pada perkara tersebut, Syafruddin Tumenggung didakwa telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain yang dinilai telah merugikan keuangan negara hingga Rp4,5 triliun. Dia diduga terlibat dengan kasus penerbitan SKL BLBI, kepada Sjamsul Nursalim dan Itjih S. Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004.
 
Syafruddin Temenggung didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
 
 
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper