Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ambang Batas Parlemen 4% Kebiri Aspirasi Rakyat, Bikin Pemilu Makin Sengit

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan ambang batas parlemen atau 'parliamentary threshold' Pemilu 2019 sebesar 4% akan membuat perhelatan pemilu semakin sengit.
Pemilu legislatif/Istimewa
Pemilu legislatif/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan ambang batas parlemen atau 'parliamentary threshold' Pemilu 2019 sebesar 4% akan membuat perhelatan pemilu semakin sengit.

"Karena dengan ambang batas itu ada partai politik baru yang memungkinkan merebut suara pemilih partai lama," kata Titi, di Jakarta, Minggu (2/9/2018), menanggapi ambang batas parlemen Pemilu 2019.

Menurutnya, suara masyarakat akan terdistribusi kepada 16 partai yang lolos verifikasi.

"Jadi partai di parlemen bisa saja tidak terpilih lagi," katanya.

Titi menyebut, ambang batas 4% membuat satu parpol harus mengumpulkan sebanyak lima juta suara untuk masuk ke palemen. Jumlah itu cukup besar dan akan membuat partai baru bekerja keras memenuhi kuota tersebut.

Partai baru yang lolos di Pemilu 2019 antara lain, Partai Berkarya, Partai Garuda, dan Partai Solidaritas Indonesia.

 Titi juga memprediksi ambang batas yang tinggi dan jumlah parpol yang bertambah akan membuat banyak suara masyarakat dalam Pemilu 2019 menjadi terbuang.

"Masyarakat sudah memilih, tapi parpolnya tidak lulus ambang batas parlemen, maka suara masyarakat menjadi terbuang dan tidak terhitung," ucapnya.

 Sulit Diterapkan

Sebelumnya, pakar Hukum Tata Negara Margarito menilai ambang batas parlemen dan presiden belum tepat diterapkan untuk Pemilu 2019.

"Mungkin tidak. Sebab, (aturan tersebut, red) tidak punya dasar posisional sama sekali," katanya.

 Menurut Margarito, akan sulit menerapkan aturan ambang batas pada Pemilu 2019, karena pelaksanaan pemilu legislatif dan pilpres akan dilakukan secara serentak. Oleh karena itu, penetapan angka sebagai ambang batas menjadi tidak relevan. Kecuali, pemilu dilangsungkan tidak secara serentak.

 Ia mengimbau pada Pemilu 2019 sebaiknya belum menerapkan ambang batas, baik pada pemilihan legislatif maupun pilpres. Sementara itu, pengamat hukum dari Universitas Indonesia Rahmat Bastian menilai secara konstitusi, ambang batas parlemen mengebiri aspirasi rakyat.

 Lantaran dengan kebijakan itu akan memperkecil nilai dan kualitas hak memilih satu pemilih. Hitungannya, 100% suara pemilih menjadi tidak bulat. Dan hanya tersisa sekitar 0,4% saja.

 "Jadi kalau menurut pendapat saya, akibatnya akan ada sekitar 3,99 % dikali jumlah parpol yang kalah dikali suara rakyat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) resmi yang hak pilihnya teranulir," tuturnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Nancy Junita
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper