Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden AS Donald Trump menuding China meretas surat elektronik (surel) Hillary Clinton, mantan kandidat presiden dari Partai Demokrat pada Pilpres AS dua tahun lalu.
Hal itu disampaikan Trump melalui akun Twitter resminya, Selasa (28/8/2018) waktu setempat.
"Surel Hillary Clinton, banyak di antaranya berisi informasi rahasia, diretas oleh China," ujarnya.
Trump melanjutkan hal ini mestinya segera ditindaklanjuti oleh FBI dan Departemen Kehakiman AS.
Hillary Clinton’s Emails, many of which are Classified Information, got hacked by China. Next move better be by the FBI & DOJ or, after all of their other missteps (Comey, McCabe, Strzok, Page, Ohr, FISA, Dirty Dossier etc.), their credibility will be forever gone!
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) August 29, 2018
Beberapa jam sebelumnya, dia juga mencuitkan hal serupa.
"Laporan terbaru: China meretas server surel pribadi Hillary Clinton. Apakah mereka yakin itu bukan perbuatan Rusia (hanya bercanda)?" tutur Trump.
Report just out: “China hacked Hillary Clinton’s private Email Server.” Are they sure it wasn’t Russia (just kidding!)? What are the odds that the FBI and DOJ are right on top of this? Actually, a very big story. Much classified information!
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) August 29, 2018
Namun, presiden ke-45 AS ini tidak memberikan keterangan mengenai dari mana informasi itu diperolehnya.
Clinton, sebelum menjadi kandidat presiden, pernah menjabat sebagai Senator AS dari negara bagian New York dan Menteri Luar Negeri AS pada 2009-2013. Dia adalah istri dari mantan presiden AS Bill Clinton.
Surel Clinton menjadi isu panas pada momen Pilpres AS dua tahun lalu ketika diketahui dia menggunakan server surel swasta milik keluarganya untuk berkomunikasi secara resmi saat menjabat Menteri Luar Negeri. Padahal, mestinya dia menggunakan akun surel resmi dari Departemen Luar Negeri AS.
Kerahasiaan dokumen serta informasi yang dipertukarkan melalui surel Clinton menjadi kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat Negeri Paman Sam.
Reuters melansir Rabu (29/8), pernyataan ini bukan yang pertama kali disampaikan Trump. Pada April 2017, dia sudah memunculkan opini yang sama.
Seperti diketahui, oknum Rusia disebut terlibat upaya mengganggu kelancaran Pilpres AS pada 2016. Peretasan surel sejumlah pejabat Partai Demokrat adalah salah satu metode yang dilakukan.
Pada Juli 2018, pengadilan federal AS juga sudah memutus bersalah 12 pejabat intelijen Rusia atas tuduhan peretasan jaringan komputer Clinton dan Partai Demokrat.
Penyelidik Khusus Robert Mueller pun masih terus menginvestigasi peran Rusia dalam Pilpres 2016 dan apakah Trump berkolusi dengan Moskow. Baik Rusia maupun Trump menyangkal tudingan ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel