Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Usai Diperiksa KPK, Eni Saragih Sebut Tak Mau Tarik Orang Lain dalam Kasus PLTU Riau-1

Tersangka kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih mengatakan dirinya tidak mau menarik orang lain ke dalam kasus yang turut melibatkan mantan Menteri Sosial Idrus Marham sebagai tersangka tersebut.
Tersangka yang juga Anggota DPR Komisi VII Eni Maulani Saragih (kedua kiri) dengan rompi tahanan menuju mobil tahanan usai diperiksa di kantor KPK, Jakarta, Sabtu (14/7)./Antara
Tersangka yang juga Anggota DPR Komisi VII Eni Maulani Saragih (kedua kiri) dengan rompi tahanan menuju mobil tahanan usai diperiksa di kantor KPK, Jakarta, Sabtu (14/7)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA -- Tersangka kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih mengatakan dirinya tidak mau menarik orang lain ke dalam kasus yang turut melibatkan mantan Menteri Sosial Idrus Marham sebagai tersangka tersebut.

Eni selesai diperiksa KPK sekitar pukul 17.20 wib.

"Saya hanya menyampaikan fakta yang sebenarnya. Saya tidak ingin menarik orang lain," ujarnya di luar gedung KPK di Jakarta, Selasa (28/8/2018).

Eni Maulani Saragih hari ini diperiksa untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham di BlackGold Natural Resources Ltd.

Hari ini juga merupakan kali kedua terpidana kasus korupsi KTP-elektronik Setya Novanto diperiksa KPK terkait dengan kasus PLTU Riau-1.

Pertama kali dia diperiksa pada Senin (27/8/2018) sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo.

Selain itu, Rheza Herwindo yang merupakan anak dari Setya Novanto hari ini menjalani pemeriksaan untuk kasus yang sama untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo.

KPK juga memeriksa dua orang lainnya, yakni saksi Nur Faizah Ernawati dan tersangka Eni Maulani Saragih.

Pada pemeriksaan sehari sebelumnya, Senin (27/8/2018), seusai pemeriksaan tersangka Eni Maulani Saragih mengatakan dirinya menerima uang sebesar Rp2 miliar.

Dalam kasus tersebut, KPK menetapkan satu orang tersangka yang berperan sebagai pemberi, yaitu Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham BlackGold Natural Resources Ltd.

"Memang ada duit Rp2 miliar saya terima. Sebagian saya gunakan untuk Munaslub Desember," ujarnya seusai diperiksa KPK, Senin (27/8/2018).

Pada hari yang sama, Setya Novanto diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budosutrisno Kotjo.

Wakil Pimpinan KPK Laode Muhamad Syarif menganggap terpidana kasus korupsi KTP-elektronik tersebut tahu mengenai kasus PLTU Riau-1.

"Berdasarkan keterangan awal atau informasi awal yang diperoleh penyidik, Pak SN dianggap mengetahui tentang proyek ini," ujar Laode di kantor KPK di Jakarta, Senin (27/8/2018).

KPK, lanjutnya, mencurigai terdapat beberapa hal yang berhubungan dengan Setya Novanto terkait dengan PLTU Riau-1.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan penyidik perlu melakukan pendalaman terlebih dahulu terhadap Setya Novanto terkait dengan aliran dana.

"Kami mengikuti arus uangnya kemana saja, konsep follow the money menjadi penting di sana," ujar Febri.

Setya Novanto sendiri tidak banyak berkomentar baik sebelum dan sesudah pemeriksaan.

KPK sudah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini, yakni Eni Maulani Saragih dari Komisi VII DPR RI, Johannes Budisutrisno Kotjo, selaku pemegang saham di BlackGold Natural Resources Ltd, dan Idrus Marham, Menteri Sosial RI yang selama ini diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar.

Sejumlah pihak telah diperiksa untuk kasus ini, yakni perusahaan dan anak perusahaan BUMN, perusahaan asing yang masih menjadi bagian atau mengetahui skema kerjasama PLTU Riau 1, Kepala Daerah, dan tenaga ahli.

KPK masih menggali proses persetujuan atau proses sampai dengan rencana penandatanganan kerja sama dalam proyek PLTU Riau-1.

Skema kerja sama dalam kasus PLTU Riau-1 juga menjadi fokus KPK.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Eni Saragih dan Idrus Marham disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, sebagai pihak yang diduga pemberi, Johanes Budisutrisno disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmad Fauzan
Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper