Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pekerja AS Masih Kesulitan Minta Kenaikan Upah

Presiden AS Donald Trump selalu memuji cepatnya laju pertumbuhan dan rendahnya tingkat pengangguran di AS. Namun, tenaga kerja AS tampak belum menikmati keuntungan dua indikator makro tersebut.
Pekerja bidang manufaktur di Amerika Serikat/Reuters
Pekerja bidang manufaktur di Amerika Serikat/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Presiden AS Donald Trump selalu memuji cepatnya laju pertumbuhan dan rendahnya tingkat pengangguran di AS. Namun, tenaga kerja AS tampak belum menikmati keuntungan dua indikator makro tersebut.

Menurut data yang dirilis kemarin (10/8/2018), pendapatan per jam rata-rata di AS yang disesuaikan dengan inflasi jatuh 0,2% pada Juli dibandingkan tahun sebelumnya, atau terendah sejak 2012.

Sementara itu, inflasi tidak begitu naik secara historis, setelah bertahun-tahun berada di level rendah sejak resisi pada 2007-2009. Adapun kenaikan inflasi baru-baru ini telah banyak mengambil “ruang” terhadap pembayaran upah AS.

“Inflasi mulai naik, tetapi pertumbuhan upah malah datar,” kata Laura Rosner, Ekonom Senior di MacroPolicy Perspectives LLC di New York, seperti dikutip Bloomberg, Sabtu (11/8/2018).

Dia menjelaskan, ketatnya kondisi pasar pekerja seharusnya memperlihatkan bahwa pekerja dapat menegosiasikan upah mereka setidaknya untuk biaya hidup. Namun, kenyataannya hal itu tidak terjadi.

Adapun tingkat pengangguran AS pada Juli berada di level 3,9%, atau terendah selama hampir 50 tahun terakhir. Sementara pengukuran inti untuk inflasi, yang mengecualikan harga produk energi dan makanan, telah terdorong hingga 2,4%, atau tertinggi selama sedekade.

Namun, tingkat upah belum juga ikut naik karena adanya kesulitan tawar-menawar antara pekerja dan perusahaan di AS.

Ryan Sweet, ekonom di Moody’s Analytics Inc., di West Chester, Pennsylvania, mengatakan dengan inflasi yang rendah selama bertahun-tahun, keinginan untuk meminta upah tinggi pun berkurang. Alhasil, pada masa pascaresesi, pasar pekerja tampak lupa cara menawar tingkat upah.

“Ketika pasar pekerja kembali bergairah, pekerja hanya senang telah selamat. Mereka lebih peduli dengan keamanan pekerjaannya alih-alih meminta upah dinaikkan,” ujar Sweet.

Sweet menjelaskan, yang akan menentukan upah riil untuk beberapa bulan ke depan bukanlah inflasi. Dia mengantisipasti agar pertumbuhan upah nominal dapat naik dan mendorong upah riil untuk beberapa bulan ke depan. (Bloomberg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper