Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Alasan Koalisi Jokowi Enggan Menerima Demokrat

Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengakui partai pendukung Joko Widodo (Jokowi) sulit menerima Partai Demokrat untuk bergabung dengan pihaknya lantaran gaya partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono itu tidak ingin ikut aturan sembilan partai pendukung Jokowi sejak awal.
Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono di teras belakang Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (27/10)./ANTARA-Rosa Panggabean
Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono di teras belakang Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (27/10)./ANTARA-Rosa Panggabean

Bisnis.com, JAKARTA – Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengakui partai pendukung Joko Widodo (Jokowi) sulit menerima Partai Demokrat untuk bergabung dengan pihaknya lantaran gaya partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono itu tidak ingin ikut aturan sembilan partai pendukung Jokowi sejak awal.

"Tentu yang sudah ada di dalam kan akan mengatakan bahwa lho kok kami yang harus mengikuti anda, kok bukan anda yang harus menyesuaikan diri dengan kami, kan kayak begitu ya," ujarnya hari ini Jumat (10/8/2018).

Dia mengatakan bahwa sebenarnya semua kesepakatan dirapatkan dengan ketua umum enam parpol pengusung Pak Jokowi. Dengan demikian bisa dipastikan apakah mereka diterima atau tidak bergabung," kata Ace.

Dia juga mengakui bahwa dipilihnya Sandiaga Uno menjadi pendamping Prabowo Subianto tak membuat kaget koalisi pendukung Jokowi-Maruf Amin.

"Menurut saya tidak mengejutkan. Biasa saja. Sudah kita duga sebelumnya karena kan isunya sudah sejak tiga hari yang lalu. Jadi menurut saya tidak ada kejutan yang luar biasa," kata Wakil Komisi VIII DPR tersebut, Jumat (10/8).

Ace juga melihat dipilihnya wakil gubernur DKI Jakarta itu sebagai pendamping Prabowo menandakan keinginan PKS dan PAN tidak dapat diakomodir.

"Yang harus kita tahu bahwa PKS, PAN, artinya kan mereka tidak dalam konteks sharing powernya itu kan tidak terakomodir," ujarnya.

Padahal selama ini, kata ia, PKS selalu mendasarkan diri pada rekomendasi Ijtima Ulama. Dalam kesepakatan ulama itu direkomendasikan Salim Asegaf dan Ustad Abdul Somad menjadi pendamping Prabowo.

"Sekarang Ijtima Ulama menjadi sangat tidak relevan karena pemimpin ulama tertinggi udah jadi Cawapres Pak Jokowi," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper