Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasrah Vonis Mati, Aman Abdurrahman Tak Mau Ajukan PK & Grasi

Seluruh keluarga termasuk Aman Abdurrahman sudah pasrah dan tidak akan mengajukan upaya hukum PK maupun grasi, artinya Aman sudah siap untuk dieksekusi mati oleh pihak Kejaksaan sebagai eksekutor.
Terdakwa kasus dugaan terorisme Oman Rochman alias Aman Abdurrahman (tengah) dikawal polisi seusai menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (22/6/2018). Majelis hakim memvonis Aman Abdurrahman dengan hukuman mati./ANTARA-Galih Pradipta
Terdakwa kasus dugaan terorisme Oman Rochman alias Aman Abdurrahman (tengah) dikawal polisi seusai menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (22/6/2018). Majelis hakim memvonis Aman Abdurrahman dengan hukuman mati./ANTARA-Galih Pradipta

Bisnis.com, JAKARTA - Terpidana Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman alias Oman Rochman memastikan tidak akan mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) maupun grasi setelah putusan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berkekuatan hukum tetap (inkrah).

Kuasa Hukum Aman, Asrudin Hatjani mengatakan pihaknya sudah mendiskusikan upaya hukum PK dan grasi tersebut kepada seluruh keluarga pimpinan kelompok teroris Jamaah Ansharut Daullah (JAD) tersebut. Menurutnya, seluruh keluarga termasuk Aman Abdurrahman sudah pasrah dan tidak akan mengajukan upaya hukum PK maupun grasi, artinya Aman sudah siap untuk dieksekusi mati oleh pihak Kejaksaan sebagai eksekutor.

"Saya sudah diskusikan soal upaya hukum grasi dan PK kepada Pak Aman sendiri dan bersama dengan keluarganya juga baik isterinya, mertua, kakaknya juga. Hasilnya, mereka sudah menerima putusan (hukuman mati) itu," tuturnya kepada Bisnis, Selasa (7/8/2018).

Namun, dia mengaku pihak keluarga masih belum membuat pernyataan tertulis secara resmi bahwa Aman Abdurrahman tidak akan mengajukan upaya hukum grasi dan PK. Padahal, Kejaksaan belum bisa menjadwalkan eksekusi mati kepada terpidana Aman Abdurrahman, karena khawatir pihak Aman maupun keluarga akan mengajukan upaya hukum grasi dan PK setelah ada jadwal eksekusi mati. 

"Surat pernyataan memang belum. Tetapi memang dari pihak keluarga sudah pastikan tidak ajukan upaya hukum apapun lagi," katanya. 

Sebelumnya, Kejaksaan belum bisa menjadwalkan eksekusi hukuman mati terhadap terpidana bom Thamrin Aman Abdurrahman alias Oman Rochman alias Abu Sulaiman lantaran belum ada pernyataan tertulis bahwa kader Jamaah Ansharut Daullah (JAD) itu tidak akan mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) dan grasi. 

Jaksa Agung Muda bidang Pidana Umum (JAM Pidum) pada Kejaksaan Agung, Noor Rachmad menjelaskan Aman Abdurrahman masih punya hak untuk mengajukan upaya PK dan grasi, meskipun kuasa hukumnya memastikan kliennya tidak akan mengajukan upaya hukum apapun atau menerima putusan hukuman mati Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sesuai dengan peraturan perundangan, terpidana yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) belum dapat dieksekusi, selama belum mengajukan PK dan grasi. 

Dalam perkara Aman Abdurrahman, terpidana sudah inkracht, karena sejak putusan mati dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang diketuai Ahkmad Jaini pada Jumat 22 Juni 2018 terpidana maupun Kuasa Hukumnya tidak mengajukan banding dan kasasi.  "Kita tunggu saja perkembangannya. Dia kan masih punya hak untuk PK dan grasi. Kita harus tunggu itu dulu," tuturnya. 

Menurutnya, upaya hukum PK dan grasi itu juga tidak memiliki batasan waktu setelah ada putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga Kejaksaan sebagai eksekutor hanya bisa menunggu terpidana mengajukan upaya hukum tersebut.

Menurutnya, Kejaksaan akan berkoordinasi dengan Pengadilan untuk memastikan Aman Abdurrahman dan pihak keluarga tidak mengajukan upaya hukum PK dan grasi.  "PK itu tidak diatur batas waktunya. Kalau grasi itu kan ada putusan terbaru MK yang isinya juga tidak mengatur batas waktu pengajuan grasi," ujarnya. 

Seperti diketahui, Aman Abdurrahman terbukti secara sah dan meyakinkan menjadi otak dan penggerak beberapa kasus teror, yaitu Bom Thamrin, Januari 2016, teror bom di Gereja Samarinda, November 2016, bom Kampung Melayu pada Mei 2017, penusukan polisi di Mapolda Sumut pada Juni 2017, dan penembakan polisi di Bima NTB pada September 2017.

Kader Jamaah Ansharut Daullah (JAD) itu didakwa melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu primer.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper