Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Uji Materi Ambang Batas Capres Mulai Disidangkan

Mahkamah Konstitusi resmi memulai persidangan permohonan uji materi norma ambang batas pencalonan presiden yang tercantum dalam Pasal 222 UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum atau UU Pemilu.

Kabar24.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi resmi memulai persidangan permohonan uji materi norma ambang batas pencalonan presiden yang tercantum dalam Pasal 222 UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum atau UU Pemilu.

Selasa (3/7/2018) hari ini, MK menggelar sidang pendahuluan dua perkara yang sama-sama menggugat pasal ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold/PT). Kedua permohonan teregistrasi dalam Perkara No. 49/PUU-XVI/2018 dan Perkara No. 50/PUU-XVI/2018.

“Sidang dalam Perkara No. 49/PUU-XVI/2018, Perkara No. 50/PUU-XVI/2018, dengan ini dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum,” kata Ketua Sidang Panel Hakim Konstitusi Saldi Isra di Jakarta, Selasa.

Perkara No. 49/PUU-XVI/2018 diajukan oleh 10 pemohon perorangan dan dua pemohon berbadan hukum. Para pemohon perorangan a.l. mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas, bekas Menteri Keuangan Chatib Basri, aktivitis prodemokrasi Rocky Gerung.

Adapun, pemohon badan hukum adalah Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi. Para pemohon memberikan kuasa kepada Denny Indrayana, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sekaligus advokat pada Indrayana Center for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY).

Sementara itu, pemohon Perkara No. 50/PUU-XVI/2018 adalah pendiri organisasi kemasyarakatan Front Pembela Rakyat Nugroho Prasetyo yang mengaku telah mendeklarasikan diri sebagai bakal calon presiden pada 19 Juni. Pemohon memberikan kuasa kepada para advokat dari Heriyanto, Sadat & Partners (HSP).

Inti gugatan kedua pemohon adalah meminta MK membatalkan Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik sebesar 20% kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau 25% suara sah pemilu DPR sebelumnya. Norma tersebut dinilai inkonstitusional karena menghambat pencalonan anak bangsa di pemilihan presiden.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper