Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suap Hakim Demi Ibu, Politikus Golkar Diganjar Hukuman 4 Tahun Penjara

Aditya Anugrah Moha, anggota DPR periode 2014-2019 dari Fraksi Partai Golkar tersebut divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider dua bulan kurungan karena menyuap ketua Pengadilan Tinggi Manado,Sulawesi Utara Sudiwardono.
Anggota DPR Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar Aditya Moha (kedua kanan) berjalan keluar menggunakan rompi tahanan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Minggu (8/10) dini hari./ANTARA-Rosa Panggabean
Anggota DPR Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar Aditya Moha (kedua kanan) berjalan keluar menggunakan rompi tahanan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Minggu (8/10) dini hari./ANTARA-Rosa Panggabean

Bisnis.com, JAKARTA - Terbukti memberikan suap demi ibu kandungnya, politikus Partai Golkar diganjar hukuman 4 tahun penjara.

Aditya Anugrah Moha, anggota DPR periode 2014-2019 dari Fraksi Partai Golkar tersebut divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider dua bulan kurungan karena menyuap ketua Pengadilan Tinggi Manado,Sulawesi Utara Sudiwardono.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Aditya Anugrah Moha telah terbukti secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama kesatu dan dakwaan kedua pertama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama empat tahun ditambah denda Rp150 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Mas'ud di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (6/6/2018).

Putusan itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Aditya Moha divonis enam tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan karena menyuap ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono sebesar 110 ribu dolar Singapura dan menjanjikan 10 ribu dolar Singapura.

Vonis itu diputuskan oleh majelis hakim yang terdiri atas Mas'ud, Hastoko, Haryono, Ugo dan Muhammad Idris Muhammad Amin berdasarkan dakwaan pertama kesatu dari pasal 5 ayat (1) huruf a dan dakwaan kedua pertama pasal 6 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001.

"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan semangat masyarakat, bangsa dan negara dalam memberantas tindak pidana korupsi, terdakwa sebagai anggota DPR tidak memberi contoh teladan kepada masyarakat," tambah hakim Ugo.

Uang itu diberikan dalam dua tahap yaitu sebesar 80 ribu dolar Singapura agar Sudiwardono sebagai ketua Pengadilan Tinggi Manado mengeluarkan perintah tidak melakukan penahanan dan tahap kedua sebesar 30 ribu dolar Singapura dari janji 40 ribu dolar Singapura kepada Sudiwardono sebagai ketua majelis banding agar ibunda Aditya Moha, Marlina Moha Siahaan dinyatakan bebas.

Mantan Bupati Bolaang Mongondow Marlina Moha Siahaan divonis lima tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan dengan perintah agar ditahan dalam kasus korupsi Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD).

Aditya lalu mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Manado. Kerabat Marlina, Wakil Ketua PT Palu Lexsy Mamonto lalu menyampaikan kepada Sudiwardono bahwa ada saudaranya yang meminta tolong.

Selanjutnya Sudiwardono dihubungi seseorang yang dipanggil "ustaz" yaitu Aditya yang kemudian memperkenalkan dirinya sebagai anggota DPR dan anak dari Marlina Moha.

Pertemuan keduanya dilakukan pada 7 Agustus 2017 di ruang kerja Sudiwardono. Aditya minta bantuan Sudiwardono sebagai Ketua PT Manado agar tidak melakukan penahanan terhadap Marlina dengan alasan sakit.

Pertemuan Sudiwardono dan Aditya selanjutnya dilakukan di pekarangan Masjid Kartini, Manado dengan kesepakatan pemerian 80 ribu dolar Singapura kepada Sudiwardono agar Marlina tidak ditahan.

Uang 80 ribu dolar Singapura diserahkan pada 12 Agustus 2017 di rumah Sudiwardono di Yogya. Sebagai imbalannya, pada 18 Agustus 2017 Sudiwardono mengeluarkan surat bahwa ia sebagai ketua PT Manado tidak melakukan penahanan terhadap Marlina Moha Siahaan.

Pemberian tahap kedua dilakukan pada 6 Oktober 2017 yaitu uang senilai 30 ribu dolar Singapura serta fasilitas kamar hotel Alila Jakarta Pusat dan menjanjikan uang sejumlah 10 ribu dolar Singapura.

Penyerahan uang sebesar 30 ribu dolar Singapura disepakati dengan kata sandi "pengajian" di hotel Alila di depan pintu tangga darurat sebagai bagian kesepakatan sebelumnya agar Marlina dapat diputus bebas.

Saat Aditya turun, petugas KPK mengamankan Aditya dan Sudiwardono serta menemukan 11 ribu dolar Singapura di dalam mobil Avanza dengan 10 ribu dolar Singapura merupakan bagian dari uang yang dijanjikan Aditya.

"Terdakwa benar memberikan kepada Sudiwardono ketua PT Manado di rumah Sudiwardono pada 12 agustus 2017 sebesar 80 ribu dolar Singapura dengan maksud agar Marlina Moha Siahaan tidak dilakukan penahanan dalam pemeriksaan banding dan pada 3 Oktober 2017 sebesar 30 ribu dolar Singapura di hotel Alila sehingga unsur memberi benar adanya," kata anggota majelis hakim Ugo .

Terhadap putusan itu Moha langsung menerimanya.

"Dengan mengucapkan bismillah dan setelah berdiskusi dengan penasihat hukum, Insya Allah di belakang ada istri dan keluarga besar saya, dan yang saya lakukan demi ibu saya, apapun konsekuensinya saya bersedia demi memperjuangkan harkat dan martabat ibu saya sehingga apa pun putusan majelis saya terima sebagai seorang anak," kata Aditya Moha.

Sedangkan JPU KPK menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Saeno
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper