Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mantan Teroris: Arah Jihad JI & JAD Berbeda

Mantan teroris Ali Fauzi Manzi mengungkapkan perbedaan arah jihad antara Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Menurutnya, JI menerapkan tandzim mutlaq dalam jihad mereka, yakni perlawanan harus diatur oleh organisasi.
Satuan Brimob Polda Jatim bersiaga di depan Polrestabes Surabaya pascaledakan bom, di Surabaya, Jawa Timur, Senin (14/5/2018). Ledakan terjadi pada Senin (14/5) pagi di pos penjagaan pintu masuk Polrestabes Surabaya./JIBI-Wahyu Darmawan
Satuan Brimob Polda Jatim bersiaga di depan Polrestabes Surabaya pascaledakan bom, di Surabaya, Jawa Timur, Senin (14/5/2018). Ledakan terjadi pada Senin (14/5) pagi di pos penjagaan pintu masuk Polrestabes Surabaya./JIBI-Wahyu Darmawan

Bisnis.com, JAKARTA -- Mantan teroris Ali Fauzi Manzi mengungkapkan perbedaan arah jihad antara Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Menurutnya, JI menerapkan tandzim mutlaq dalam jihad mereka, yakni perlawanan harus diatur oleh organisasi.

"Ada ketaatan mutlak. Tidak boleh individu melakukan inovasi sendiri-sendiri," ujar Ali Fauzi.

Dia menambahkan, anggota JI terkungkung dalam sebuah organisasi yang terorganisir, terpimpin, mendengar, taat dan patuh.

"JI menganggap sampai saat ini jihad mereka masih dalam lingkup fardhu qifayah, kecuali terjadi konflik komunal. Seperti kerusuhan yang terjadi di Ambon, di Poso, mereka akan merubah fatwa menjadi fardhu ain," jelasnya.

Sekedar informasi, fardu qifayah adalah status hukum dari aktivitas dalam Islam yang wajib dilakukan, namun bila sudah dilakukan oleh muslim yang lain maka kewajiban ini gugur.

Dalam perspektifnya, JI belum mengidentifikasi Indonesia sebagai negara yang wajib diperangi, dengan alasan dapat memberi dampak buruk terhadap kelompoknya. "Kalau kelompok ini mengidentifikasi Indonesia sebagai negara yang wajib diperangi, tentu anggota yang di bawah akan bermain," tambah Ali.

Sementara itu, Ali Fauzi menjelaskan JAD menganut fatwa jihad fardiyah dan menganggap Indonesia merupakan negara yang wajib diperangi. "Ini yang bahaya. Dari jihad yang tadinya betul-betul taat, kemudian mereka bergeser menjadi jihad fardiyah, jihad secara perseorangan, jihad individu, yang sifatnya fardhu ain," ungkap Ali.

Tidak seperti JI yang terorganisir dan patuh, JAD merupakan organisasi semi terpimpin. Jadi, lanjut Ali, pimpinan atau amir mereka tidak punya power untuk mengendalikan anak buah yang ada di dalam.

"Termasuk aksi yang di Surabaya, itu termasuk ke dalam inisiatif orang-orang Surabaya untuk memberikan balasan. Tanpa izin siapapun, konsep mereka bahwa menyerang, melakukan aksi, tidak perlu izin siapapun," lanjutnya.

Dalam mazhab tafsiri yang menjadi runutan ideologis JAD, umat Islam dianggap sebagai masyarakat jahiliyah. "Bagi mereka, gembala kambing di Syria lebih baik daripada direktur di Indonesia. Mazhab tafsiri lebih cenderung memerangi umat Islam dengan alasan memerangi kesyirikan bid'ah ketimbang berdakwah kepada mereka," ujar Ali.

Bahkan, tambahnya, mazhab tafsiri melihat kondisi umat yang sedang sakit, lemah, serta menyimpang pun bukan dengan sikap empati. "Namun, penganut mazhab tafsiri memusuhi, membenci, mengintimidasi, memerangi dan membunuh umat Islam dengan alasan kesyirikan dan kebodohan dengan konsekuensi akan menjadi kafir," papar Ali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmad Fauzan
Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper