Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Komnas HAM: Revisi UU Terorisme Tegaskan Hak-Hak Korban

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam mengatakan bahwa revisi UU tentang Tindak Pidana Terorisme tidak dapat terlepas dari urgensi sebagai legitimasi terhadap pengakuan hak korban.

Kabar24.com, JAKARTA — Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam mengatakan bahwa revisi UU tentang Tindak Pidana Terorisme tidak dapat terlepas dari urgensi sebagai legitimasi terhadap pengakuan hak korban.

"RUU Tindak Pidana Terorisme berguna untuk menegaskan hak-hak korban terorisme," ujarnya kepada Bisnis.com, Selasa (15/5/2018).

Selain itu, karena sudah mengadopsi hak-hak korban, Choirul Anam mengatakan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) sebenarnya tidak diperlukan.

Seperti diketahui, Komnas HAM menyatakan tidak setuju dengan beberapa poin dalam polemik penyelesaian RUU Tindak Pidana Terorisme, yakni Perpu Presiden dan pelibatan TNI.

Komnas HAM menolak Perpu Presiden karena pengaturan dan perlindungan terhadap korban sudah diatur dalam RUU Tindak Pidana Terorisme. Selain itu, Komnas HAM menilai RUU Tindak Pidana Terorisme sudah komprehensif.

"Mulai dari upaya pencegahan, penindakan, pemulihan hak korban, dan upaya deradikalisasi dalam koordinasi badan yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden melalui BNPT," papar Choirul Anam.

Dalam keterangan resminya, Komnas HAM tidak setuju dengan pelibatan TNI, tetapi setuju apabila berdasarkan UU Nomor 34 tahun 2004, dengan catatan; satu, pengaturan tidak dalam RUU Tindak Pidana Korupsi yang merupakan UU dengan paradigma Criminal Justice System; dua, keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme dilakukan dalam kerangka UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI yang mengatur tentang operasi militer selain perang, dengan memerhatikan objek vital, skala ancaman, dan waktu.

Terkait dengan pandangan bahwa ruang gerak polisi tidak begitu leluasa dengan UU yang lama, Anam mengatakan yang membatasi gerak polisi bukanlah Undang-undang.

"Tidak ada masalah dengan UU yang lama. Yang menjadi menjadi masalah adalah bagaimana praktik di lapangan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper