Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ICW Tak Puas Dengan Vonis Setya Novanto

Indonesia Corruption Watch menyayangkan vonis 15 tahun penjara kepada Setya Novanto dalam perkara korupsi pengadaan KTP elektronik. Lalola Easter, dari Divisi Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan bahwa sepatutnya Novanto divonis pidana seumur hidup atas perbuatannya dalam perkara korupsi tersebut.
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (11/1)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (11/1)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com,JAKARTA - Indonesia Corruption Watch menyayangkan vonis 15 tahun penjara kepada Setya Novanto dalam perkara korupsi pengadaan KTP elektronik.

Lalola Easter, dari Divisi Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan  sepatutnya Novanto divonis pidana seumur hidup atas perbuatannya dalam perkara korupsi tersebut.

“Selain pidana penjara yang kurang memuaskan, pidana tambahan uang pengganti yang dijatuhkan terhadap Setya Novanto juga tidak merepresentasikan jumlah kerugian negara yang terjadi akibat korupsi KTP yaitu sebesar Rp2,3 triliun. Jumlah pidana tambahan uang pengganti yang dijatuhkan terhadap Setya Novanto hanya sekitar 22,69% dari total keseluruhan kerugian negara korupsi KTP elektronik,” ujarnya, Selasa (24/4/2018).

Setnov divonis 15 tahun penjara, denda sebesar Rp500 juta  subsider tiga bulan kurungan, pidana tambahan sebesar US$7,3 juta  dikurangi Rp5 miliar  yang sudah disetorkan ke negara, dan pencabutan hak politik lima tahun pasca pidana badannya selesai. Vonis ini tidak berbeda jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut umum, yang menuntut Setnov dengan pidana penjara 16 tahun, denda Rp1 miliar  subsider enam bulan kurungan.

Menurutnya, Setya Novanto sudah sepatutnya dijatuhi vonis maksimal, mengingat perilakunya yang tidak koperatif sepanjang proses hukum, vonis ini dikhawatirkan tidak menjerakannya, dan dapat menjadi preseden buruk bagi terdakwa korupsi lainnya. Dukungan publik untuk menjatuhkan pidana maksimal berupa penjara seumur hidup ini dapat dilihat dari hasil jajak pendapat yang dilansir oleh akun Twitter @SahabatICW.

Pada 23 April 2018, ada 77% peserta japat menyatakan  pidana penjara seumur hidup merupakan hukuman yang pantas dijatuhkan terhadap Setya Novanto. Masih dari akun Twitter @SahabatICW, pada 24 April 2018 56% peserta japat menyatakan ketidakpuasannya terhadap putusan Setya Novanto.

Tama S. Langkun, Koordinator Divisi Peradilan ICW mengatakan putusan melampaui tuntutan jaksa bukan hal yang baru. Dalam pemantauan tren vonis ICW, pada semester I 2017 saja, ada paling tidak 15 terdakwa yang diputus di atas tuntutan jaksa, dari keseluruhan 352 terdakwa yang perkaranya dipantau. Dengan demikian, putusan hakim untuk tidak menghukum Setya Novanto dengan pidana maksimal seumur hidup, sangat disayangkan, mengingat yang bersangkutan sudah secara terang-terangan bersikap tidak kooperatif sepanjang proses hukum.

Namun demikian, lanjutnya, pertimbangan hakim untuk mengabulkan tuntutan jaksa dan menjatuhkan putusan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik Setya Novanto, patut diapresiasi. Sebagaimana diketahui, penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik masih jarang diterapkan terhadap terdakwa perkara korupsi, Beberapa terpidana perkara korupsi yang juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik antara lain, mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq; mantan Ketua MK, Akil Mochtar; mantan Kakorlantas, Irjenpol Djoko Susilo, dan mantan Ketua DPD, Irman Gusman.

Berkaca dari sidang vonis terhadap Novanto, ICW mendorong KPK menelurusi dan menindaklanjuti informasi terkait sejumlah nama yang kembali disebutkan karena diduga menerima sejumlah uang dalam “pengaturan” proyek KTP elektronik di DPR.

Selain itu, ujarnya, KPK juga masih harus menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang yang diduga dilakukan oleh Setya Novanto dan menyidik dugaan keterlibatan korporasi sebagai pelaku atau instrumen yang digunakan untuk melakukan korupsi dalam proyek tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper