Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Yield Obligasi AS Naik, Imbal Hasil Surat Utang China Rentan Tertekan

Meningkatnya yield obligasi AS memacu kekhawatiran investor ekuitas di seluruh dunia pada tahun ini. Ketika membicarakan emerging market, imbal hasil obligasi China tampaknya menjadi yang paling terancam.
obligasi
obligasi

Kabar24.com, JAKARTA – Meningkatnya yield obligasi AS memacu kekhawatiran investor ekuitas di seluruh dunia pada tahun ini. Ketika membicarakan emerging market, imbal hasil obligasi China tampaknya menjadi yang paling terancam.

Strategis Morgan Stanley, termasuk Graham Secker dan Jonathan Garner mengungkapkan, imbal hasil obligasi Pemerintah China bertenor 10 tahun telah menjadi indikator terkuat dalam laba-per-saham untuk perusahaan emerging market selama lebih dari lima tahun ke belakang. Adapun, penurunan baru-baru ini mengindikasikan outlook yang memburuk.

“Apa yang membuat langkah ini  menjadi membingungkan adalah telah ada korelasi yang sangat dekat antara yield China dan indeks mengejutkan dari perekonomian global tahun lalu,” tulis strategis itu seperti dikutip Bloomberg, Senin (23/4/2018).

Mereka melanjutkan, hal ini menimbulkan pertanyaan akankah China menjadi sumber potensial yang dapat melambatkan momentum pertumbuhan ekonomi global.

Perhatian ini memperlihatkan adanya peningkatan peran China sebagai pionir bagi perkembangan ekonomi, dibandingkan dengan AS.

Selama berdekade-dekade, perhatian emerging market adalah cara mereka berhadapan dengan kenaikan suku bunga AS dan pergantian arah arus modal yang biasanya mengikuti. Kini, perlambatan di China tampak membawa risiko yang lebih besar daripada hal tersebut.

Yield obligasi pemerintah China bertenor 10 tahun melemah ke level terendahnya dalam setahun setelah secara tidak terduga Bank Sentral China (PBOC) melonggarjan tegangan pendanaan untuk para pemberi pinjaman dengan memotong persyaratan simpanannya. 

Bahkan sebelum itu, yield juga telah melemah karena perkiraan inisiasi deleveraging dari Pemerintahan China dapat menghambat pertumbuhan Negeri Panda tahun ini.

Sementara itu, imbal hasil obligasi AS telah naik karena merespons ekspektasi peningkatan lanjutan Fed Rate yang didukung tekanan inflasi semakin menekan obligasi China.

Adapun indeks Global Economic Surprise milik Citigroup Inc. telah jatuh hingga ke level terendahnya dalam dua tahun.

Morgan Stanley juga telah memotong estimasinya untuk pendapatan emerging market dalam catatan terpisah pada awal bulan ini, memperkirakan pertumbuhan sebesar 10% pada 2018 dan 5% pada 2019. Sebelumnya, berdasarkan data yang dikumpulkan Bloomberg, konsensus pertumbuhannya berada di level 23% pada 2018 dan 11% pada 2019. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Nicken Tari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper