Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Rebound Setelah Dikritik Trump

Presiden AS Donald Trump memulai tarik-ulur dengan pasar minyak dan langsung kalah di babak pertama. Hedge Funds memperkirakan harga minyak dan gas akan terus meningkat bahkan sebelum Trump menuding OPEC lewat akun Twitter-nya tentang harga minyak yang terlalu tinggi.

Bisnis.com, JAKARTA – Presiden AS Donald Trump memulai tarik-ulur dengan pasar minyak dan langsung kalah di babak pertama.

Hedge Funds memperkirakan harga minyak dan gas akan terus meningkat bahkan sebelum Trump menuding OPEC lewat akun Twitter-nya tentang harga minyak yang terlalu tinggi.

Mengutip Bloomberg, harga minyak WTI di Bursa New York Merchantille Exchange (NYME) ditutup rebound menjadi US$68 per barel pada perdagangan Jumat (20/4/2018), meskipun melemah 0,4% dari hari sebelumnya.

Trump mengkritisi perolehan harga minyak dalam dua minggu berturut-turut dapat menyapu persediaan anggaran pemerintahnya yang didapat dari reformasi pemotongan pajak. 

“Harga bahan bakar meningkat di AS karena musim berkendara pada musim panas dan dia [Trump] ingin orang lain disalahkan,” ujar Phil Flynn, Analis Pemasaran di Price Futures Group Inc, Chicago, seperti dikutip Bloomberg pada Sabtu (21/4/2018).

Adapun Trump berusaha menekan harga minyak sementara OPEC di sisi lain berusaha membuat harga minyak naik. Hal ini disebut oleh Flynn sebagai kesempatan bagi para pedagang.

Padahal, harga bahan bakar di pemompaan naik karena meningkatnya permintaan dan naiknya harga di kilang minyak. Trump kemudian mengkritisi OPEC karena meningkatnya harga ini lewat akun Twitter-nya pada Jumat (20/4/2018).

Sementara itu, rally harga minyak juga disebabkan oleh tensi geopolitik yang dimainkan oleh Trump sendiri, yaitu menimbulkan kekhawatiran adanya pembaruan sanksi bagi Iran.

“Tanpa keraguan, yang pasti harga gas akan terus naik mungkin dalam beberapa minggu ke depan,” kata Patrick DeHaan, Head of Petroleum Analysis di GasBuddy.com.

DeHaan melihat harga eceran bahan bakar akan mencapai US$3 per galon di AS pekan ini, naik dari rata-rata US$2,76 per galon.

Sementara pertumbuhan permintaan minyak dalam tiga bulan pertama tahun ini diperkirakan mencapai 2,55 juta barel per hari, ekspansi tahunan (year-on-year) terbesar sejak 2010.

“Kenaikan harga hanya akan menyebabkan penurunan dalam permintaan bahan bakar,” tulis Goldman Sachs Group melalui catatannya.

Adapun dalam tiga tahun ini, shale minyak telah menjadi penyelamat bagi konsumen Amerika karena meningkatkan produksinya hingga ke level tertinggi.

Namun, memang hal itu bukanlah permasalah besar sekarang ini melihat The Permian Basin, kilang minyak terbesar di AS, menghadapi masalah pemotongan pipa yang harus diselesaikan dalam 18 bulan ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper