Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cakada Tersangka, KPU Harus Terbitkan Aturan Isi Kekosongan Hukum

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai bisa langsung merevisi peraturan mengenai calon kepala daerah yang menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)/
Calon Gubernur Sulawesi Tenggara 2018-2023, Asrun (tengah) dikawal petugas saat tiba di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (28/2/2018) malam./ANTARA-Puspa Perwitasari
Calon Gubernur Sulawesi Tenggara 2018-2023, Asrun (tengah) dikawal petugas saat tiba di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (28/2/2018) malam./ANTARA-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai bisa langsung merevisi peraturan mengenai calon kepala daerah yang menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)/

Mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RI Periode 2012-2017, yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie mengatakan KPU bisa langsung merivisi peraturan KPU terkait calon kepala daerah (Cakada) yang menjadi tersangka korupsi.

Sebelumnya, ada sekitar delapan Cakada yang sudah menjadi tersangka KPK. Di sisi lain, timbul polemik bagaimana status calon kepala daerah tersebut dalam kontestasi pilkada yang tahun ini akan dihelat pada Juni 2018 itu.

Apakah calon kepala daerah yang menjadi tersangka harus dieliminasi atau tetap bisa mengikuti kontestasi politik sampai kaputusan pengadilan ditetapkan. Sebab, dalam peraturan KPU yang ada saat ini ketentuan tersebut tidak dibahas.

“Saya usul dibuat saja peraturan KPU, cepat. PKPU saja,” ujarnya ketika ditemui di Kantor Wakil Presiden seusai bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla,  Kamis (29/3/2018).

Jimly bertemu dengan JK guna melaporkan kunjungannya ke Rusia terkait hasil Pemilu presiden di negara Eropa itu yang dimenangkan kembali oleh Vladimir Putin,

Menurutnya, revisi peraturan KPU tidak harus melalui perubahan UU Pilkada walaupun peraturan tersebut merupakan turunan dari UU Pilkada.

Hal itu, tutur Jimly, dilakukan untuk mengisi kekosongan hukum. Jika nanti ada pihak yang tidak sepakat dengan aturan tersebut bisa mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA).

“Jadi buat dulu bahwa nanti dianggap orang itu bukan kewenangan [KPU], itu soal diskusi. Yang sekarang kita putuskan ini soal pangaturan aksi bukan diskusi. Jadi saran saya segera saja terbitkan peraturan KPU walaupun nanti kontroversial kalaupun nanti sudah selesai sampai tiga bulan, pada Juni 2018 cabut lagi juga silakan tidak apa-apa. Dari pada mengharapkan produk yang bikin kontroversi lain yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu). Terlalu banyak Perppu kita,” paparnya.

KPU sebagai lembaga konstitusional yang disebut eksplisit dalam UUD 1945 dan UU dinilai memiliki kewenangan mengatur hal tersebut.

Dengan adanya revisi peraturan, KPU bisa mengeliminasi calon kepala daerah yang menjadi tersangka KPK. Hal itu pun tak masalah kendati belum ada keputusan resmi dari pengadilan.

Enggak usah ragu-ragu. Buat peraturan KPU, apa isinya, sesuaikan dengan kebutuhan untuk mengisi kekosongan hukum, adalah calon yang sudah jadi tersangka dibatalkan. Kalau KPK OTT [Operasi Tangkap Tangan] itu sudah bukti sampai kapan pun waktu yang diperlukan proses persidangannya pasti terbukti. Jadi, jangan berdalih dalam formalisme hukum padahal substansinya sudah salah,” tambah Jimly.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper