Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi Zona Euro: Antara Brexit dan Risiko Perang Dagang

Kepercayaan ekonomi zona euro kian tergelincir pada Maret. Penurunan ini menambah sinyal bahwa kawasan Benua Biru mulai memasuki era pertumbuhan moderat.
Komisi Uni Eropa./europa
Komisi Uni Eropa./europa

Kabar24.com, JAKARTA -- Kepercayaan ekonomi zona euro kian tergelincir pada Maret 2018. Penurunan ini menambah sinyal bahwa Benua Biru mulai memasuki era pertumbuhan moderat.

Optimisme keyakinan ekonomi juga telah berkurang dari lima negara ekonomi besar di kawasan mata uang euro, yaitu Jerman, Italia, Spanyol. Belanda, dan Prancis. Hal ini juga membuat indeks kepercayaan ekonomi terseret ke level terendah dalam enam bulan.

Seperti dilansir dari Bloomberg, Komisi Eropa pada Selasa (27/3/2018) melaporkan, indeks kepercayaan ekonomi zona euro turun 1,6 poin menjadi 112,6 pada Maret. Begitu pula di seluruh Uni Eropa (UE), indeks kepercayaan bisnis juga menyusut 1,9 poin menjadi 112,5. Penurunan ini menjadi yang ketiga kalinya secara berturut-turut.

Selain itu, laporan dari Komisi Eropa tersebut memperlihatkan adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi setelah ekspansi tercepat zona euro dalam satu dekade pada 2017. Adapun, kepercayaan investor yang merosot itu dipandang karena adanya kekhawatiran terjadi perang dagang.

Indeks PMI Benua Biru yang memperlihatkan kinerja manufaktur dan jasa bergerak dalam kecepatan terlambat dalam 14 bulan. Gabungan indeks pembelian manajer (Purchasing Managers Index/PMI) zona euro yang dirilis oleh IHS Markit turun ke level 55,3, dari bulan sebelumnya 57,1.

Menurut laporan Komisi Eropa tersebut, sentimen memburuknya perekonomian zona euro disebabkan oleh melemahnya sektor manufaktur, jasa, dan perdagangan ritel. Di laporan yang berbeda pada Selasa (27/3/2018), ECB mengatakan bahwa tingkat pinjaman untuk perusahaan juga telah turun sejak Februari 2018.

Kendati data-data menunjukkan pelemahan, Bank Sentral Eropa (ECB) tetap memperlihatkan keyakinannya dalam outlook perekonomian zona euro tahun ini.

Gubernur ECB Mario Draghi mengatakan kepada para pemimpin Eropa bahwa laju investasi bergerak dengan kecepatan tercepat yang belum pernah dilihat selama satu dekade terakhir.

Adapun, menurut ECB, utang sektor swasta juga berkurang dan rasio modal dari perbankan yang sehat telah mencapai hampir 50%, lebih tinggi daripada awal krisis. Institusi yang berbasis di Frankfurt itu memprediksi pertumbuhan ekonomi akan terus melaju emnjadi 2,4% pada 2018 dari 2,3%  pada tahun lalu.

Dalam waktu yang bersamaan, inflasi masih berada di bawah target ECB di level 2%. Draghi pun berulang kali mempertahankan pandangannya bahwa perhitungan derajat kecukupan kebijakan moneter sangat diperlukan.

Senada, Gubernur Bank Sentral Finlandia Erkki Liikanen mengatakan pada Selasa (27/3/2018), untuk dapat keluar dari stimulus longgar dengan aman, ECB harus menunggu hingga perkiraan pertumbuhan harga konsumen tumbuh melebihi target yang ditetapkan..

Di sisi lain, Gubernur Bank Senrtral Jerman (Bundesbank) Jens Weidmann,  pemberi kritik terhadap pelonggaran kuantitatif dan tampaknya berpeluang menjadi pemimpin ECB tahun depan, menegaskan kembali pandangannya pada Senin (26/3/2018), harus segera dilakukan pengukuran ulang untuk kebijakan moneter Benua Biru.

Rekannya dari Austria, Ewald Nowotny juga membenarkan Weidmann pada Selasa (27/3/2018) dengan mengatakan bahwa ECB seharusnya bisa mengurangi stimulus secara signifikan setelah September.

Di dalam survei terpisah, UBS Group AG memperlihatkan bahwa pelemahan di kawasan Uni Eropa ini terjadi seiring perusahaan-perusahaan melakukan persiapan untuk mengurangi investasinya di kawasan Benua Biru. Hal itu mereka lakukan dengan menimbang keputusan Brexit.

Berdasarkan survei dari UBS, pada Selasa (27/3/2018), 39% dari eksekutif yang mengikuti survei mengatakan mereka akan mengurangi investasi karena Brexit, menurunkan dari 35% investasi yang diberikan pada kuartal III/2017.

Adapun, perhatian untuk situasi politik di Spanyol dan Jerman juga meningkat sementara iklim politik di Italia tidak terlalu memberikan sentimen yang signifikan.

 “Perusahaan tampaknya sangat memperhatikan ketidakpastian terkait masa depan UE, kebijakan dari AS, dan Brexit,” tulis laporan UBS yang dipimpin oleh Chief European Economist Reinhard Cluse tersebut. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Annisa Margrit
Sumber : Bloomberg

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper