Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Setara Institute: Pernyataan Setnov Tak Perlu Ditanggapi Berlebihan

Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan nyanyian Setya di persidangan tersebut tak perlu ditanggapi secara berlebihan, baik oleh publik maupun penegak hukum.
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (kiri) mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (19/3). Sidang mantan ketua DPR itu beragenda mendengarkan keterangan saksi. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (kiri) mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (19/3). Sidang mantan ketua DPR itu beragenda mendengarkan keterangan saksi. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Kabar24.com, JAKARTA - Pernyataan mantan Ketua DPR Setya Novanto di depan persidangan, Kamis 22 Maret 2017 menjadi buah bibir, karena melibatkan dua nama petinggi negeri. Dua nama yang disebut Setya ikut menerima aliran dana korupsi e-KTP tersebut yakni Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani dan Menteri Sekretaris Negara Pramono Anung.

Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan "nyanyian" Setya di persidangan tersebut tak perlu ditanggapi secara berlebihan, baik oleh publik maupun penegak hukum. Menurutnya, secara normatif, apa pun yang muncul dalam persidangan sebuah kasus, akan menjadi referensi KPK dalam mengembangkan sebuah peristiwa hukum.

"Tetapi materi-materi yang misleading dalam sebuah persidangan, semestinya juga tidak perlu ditanggapi berlebihan, apalagi menimbulkan ketegangan baru antar partai politik," kata Hendardi dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis, Selasa (27/3/2018).

Di tahun politik, lanjutnya, wujud hoax bukan hanya berkonten suku, ras, agama dan antargolongan (SARA) tetapi juga berbagai materi yang dapat menjatuhkan marwah atau integritas pribadi seseorang, partai politik, atau pihak-pihak yang berhubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan kontestasi politik.

Hendardi berpendapat, ruang persidangan kasus korupsi dan kasus lainnya bisa menjadi menjadi sumber informasi palsu yang bisa menimbulkan kegaduhan baru.

"Terhadap hoax dan hal-hal yang belum teruji kebenarannya sudah semestinya publik tidak mudah terbawa arus, apalagi menjelang Pilkada serentak 2018, Pemilu dan Pilpres 2019," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper