Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bangladesh Minta Militer Myanmar Mundur dari Perbatasan

Bangladesh meminta Myanmar menarik mundur pasukan militernya dari perbatasan kedua negara, di mana ribuan pengungsi Rohingya sekarang tinggal.
Anak pengungsi Rohingya memikul barang bawaannya, di Bangladesh, Selasa (19/9)./Reuters-Danish Siddiqui
Anak pengungsi Rohingya memikul barang bawaannya, di Bangladesh, Selasa (19/9)./Reuters-Danish Siddiqui

Bisnis.com, JAKARTA -- Bangladesh meminta Myanmar menarik mundur pasukan militernya dari perbatasan kedua negara, di mana ribuan pengungsi Rohingya sekarang tinggal.

Lebih dari 5.000 pengungsi tinggal di lahan sempit antara kedua negara sejak akhir tahun lalu. Lokasi ini sebenarnya masih bagian dari wilayah Myanmar, tapi dibiarkan kosong.

Pada Kamis (1/3/2018), ratusan tentara Myanmar muncul di area tersebut. Senjata mesin dan mortir juga turut terlihat.

Dilansir BBC, Jumat (2/3/2018), Bangladesh telah memanggil Duta Besar Myanmar untuk menjelaskan situasi ini. Pemerintah Bangladesh menyatakan kehadiran militer Myanmar dikhawatirkan dapat menimbulkan kekacauan dan meningkatkan tensi di perbatasan.

Sementara itu, Brigadir Jenderal Mujibur Rahman yang bertanggung jawab atas perbatasan Bangladesh mengungkapkan aksi tentara Myanmar melanggar norma internasional.

"Kami mengirimkan mereka nota protes. Mereka sudah memindahkan persenjataan berat, seperti senjata mesin dan mortir setelah kami melakukan protes," paparnya.

Salah satu pemimpin pengungsi Rohingya, Dil Mohammed, mengatakan petugas Myanmar meminta para penghuni pengungsian untuk meninggalkan tempat itu lewat pengeras suara. Sebelumnya, patroli oleh Myanmar diperketat di sekitar perbatasan.

"Mereka membawa setidaknya 14 tangga dan mengintimidasi kami dengan mencoba memanjat masuk ke dalam kamp pengungsian serta mengusir kami," ungkap Mohammad Arif, salah seorang pengungsi.

Ratusan ribu warga etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar sejak akhir 2017 karena alasan keamanan. Meski Pemerintah Myanmar menyebut aksi itu disebabkan oleh upaya memberantas kelompok pemberontak, tapi dunia internasional memandangnya sebagai pelanggaran HAM dan pembersihan etnis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Annisa Margrit
Editor : Annisa Margrit
Sumber : BBC

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper