Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tahun Politik, Tahun Waspada Bagi Independensi Insan Pers

Adanya fakta bahwa pemilik perusahaan media yang berafiliasi dengan partai politik, tidak mampu membendung tanda tanya masyarakat terkait dengan independensi pers.
Jurnalis meletakan kartu persnya ketika ikut berunjuk rasa kasus penganiayaan terhadap wartawan, di Medan, Sumatra Utara, Rabu (29/3)./Antara-Irsan Mulyadi
Jurnalis meletakan kartu persnya ketika ikut berunjuk rasa kasus penganiayaan terhadap wartawan, di Medan, Sumatra Utara, Rabu (29/3)./Antara-Irsan Mulyadi

Bisnis.com, JAKARTA - Tahun politik pada saat ini diyakini memunculkan tantang tersendiri bagi insan pers. Adanya fakta bahwa pemilik perusahaan media yang berafiliasi dengan partai politik, tidak mampu membendung tanda tanya masyarakat terkait dengan independensi pers.

Ahmad Djauhar, Wakil Ketua Dewan Pers, mengungkapkan agar momentum tahun politik tetap diwaspadai oleh insan pers agar tidak dimanfaatkan oleh partai atau golongan tertentu, sehingga sulit membedakan antara konten berita dan iklan ataupun propaganda politik dan objektivitas pemberitaan. Dewan Pers, sambungnya, mendorong agar media tetap profesional mengedepankan kode etik jurnalistik.

Wakil Bendahara Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Muhamad Ihsan mengatakan, kepercayaan masyarakat kepada media menjadi aspek yang mahal di tengah era banjirnya informasi dan fenomena terjunnya pemilik media ke dunia politik. Dalam konteks ini, peran redaksi dalam menyajikan konten berita yang berimbang dan objektif menjadi sangat krusial.

“Sekarang kita melihat fakta pengusahaa terjun ke politik, itu terserah mereka, ujung-ujungnya masyarakat akan mencari media yang paling objektif,” katanya.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan berpendapat, dalam kode etik sejatinya tidak ada larangan bagi media untuk mempunyai keberpihakan. Namun demikian, keberpihakan itu tidak dalam posisi melanggar kode etik. Artinya, bisa jadi berita yang disajikan memberi dampak positif pada salah satu calon pemimpin, tapi sesuai fakta.

“Itu bisa dibenarkan kalau dia menulis memang pertimbangan fakta bukan karena pesanan, permintaan bos, atau dibayar orang. Apalagi, jika orang menulis sesuatu yang baik atau menjelek-jelekkan orang tanpa fakta. Lebih parah lagi jika mengarang fakta,” jelasnya.

Pengawasan memang sejatinya dilakukan oleh Dewan Pers. Namun, karena keterbatasan sumber daya, menurutnya, peran publik menjadi krusial. Masyarakat bisa melaporkan media-media partisan ke Dewan pers. Gerakan boikot atau tidak mengonsumsi berita dari media tersebut juga diperbolehkan. Hal ini merupakan insiatif untuk mengoreksi.

Dia pun meminta agar lembaga-lembaga pemantau media memperkatat monitoring menjelang pemilihan umum tahun depan. Walaupun tidak akan mampu menghilangkan sepenuhnya, langkah-langkah pengawasan setidaknya mampu mengurangi kadar pelanggaran penggunaan media untuk berpolitik praktis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Bisnis Indonesia
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper