Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perampasan Aset Koruptor, Penyidik Belum Maksimalkan UU TPPU

Mayoritas penyidik hukum di Indonesia belum memanfaatkan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk memaksimalkan perampasan aset hasil korupsi.
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (kiri) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (11/1)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (kiri) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (11/1)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - Mayoritas penyidik hukum di Indonesia belum memanfaatkan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk memaksimalkan perampasan aset hasil korupsi.

Praktisi hukum pemulihan aset Paku Utama mengatakan pola pikir sebagian besar penegak hukum dalam melakukan perampasan aset hasil korupsi masih berkutat pada pembuktian tersangka suatu kejahatan korupsi.

"Mindset harus diubah jangan kejar orang, tapi kejar asetnya. Orang bisa buron, bisa meninggal atau terlalu kuat karena memiliki sokongan politik. Fokus ke asetnya saja,” ujarnya dalam diskusi Kebijakan Pemulihan Aset, Minggu (14/1/2018).

Koruptor, lanjut Paku, saat ini sudah semakin canggih dalam menyembunyikan hasil kejahatannya dengan berbagai cara seperti menyamarkan kepemilikan harta dengan menggunakan nama pihak lain atau mengendalikan suatu korporasi menggunakan hasil korupsi dengan metode utang piutang menggunakan identitas pihak lain pula. Cara yang makin canggih dan kompleks ini tentu saja memberikan kesulitan tersendiri kepada aparat penegak hukum yang hanya memfokuskan perhatian pada pembuktian adanya suatu kejahatan korupsi yang dilakukan oleh pihak tertentu.

Dalam Pasal 77 dan Pasal 78 UU TPPU disebutkan bahwa hakim tinggal memerintahkan terdakwa untuk membuktikan aset yang dikuasainya terkait suatu tindak kejahatan atau tidak. Jika tidak bisa dibuktikan, maka aset tersebut harus disita oleh negara.

“Dalam UU yang sama pula, khususnya pada Pasal 69, penyidik tidak wajib membuktikan tindak pidana asal dari terdakwa ini. Kalau UU ini dimaksimalkan, kejahatan asal yang merugikan negara Rp1 miliar bisa diganti dengan bermiliar-miliar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari aset koruptor yang disita,” paparnya.

Selain itu, penyitaan aset koruptor sejauh ini dinilai masih berjalan di tempat. Lemahnya koordinasi antarlembaga serta kualitas sumber daya manusia dari aparat penegak hukum yang menurutnya belum menggembirakan juga turut berkontribusi pada minimnya penyitaan aset koruptor dan menjadi PNBP.

Direktur Hukum dan Regulasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Prahesti Pandanwangi menyatakan dalam meningkatkan pengelolaan barang aset hasil kejahatan, termasuk korupsi, semua pihak perlu mendorong sinergitas aturan dan standar prosedur dari berbagai lembaga seperti aparat penegak hukum dan Kementerian Hukum dan HAM khususnya Rumah Penyimpanan Barang Bukti dan Rampasan (Rupbasan).

“Kami sudah petakan perlu adanya penguatan koordinasi internal, kelembagaan, peningkatan kualitas aparat penegak hukum beserta pengintegrasian data dan pengembangan mekanisme informal,” ungkapnya.

Ke depan, Bappenas bakal mendukung penguatan kelembagaan Rupbasan yang akan bertindak selaku koordinator pengelolaan aset koruptor serta integrasi pelaksanaan lelang dengan sistem satu pintu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper