Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Potret Kepailitan di Indonesia

Kepailitan, retrukturisasi utang via pengadilan, ataupun penyelesaian sengketa bisnis lain ikut menentukan cara investor asing melihat kemudahan berbisnis di Tanah Air. Maka tak salah jika pembenahan lembaga peradilan memberi dampak yang signifikan bagi kepercayaan pelaku usaha, baik lokal maupun asing.
Ilustrasi/SSA Advocates
Ilustrasi/SSA Advocates

Kepailitan, retrukturisasi utang via pengadilan, ataupun penyelesaian sengketa bisnis lain ikut menentukan cara investor asing melihat kemudahan berbisnis di Tanah Air. Maka tak salah jika pembenahan lembaga peradilan memberi dampak yang signifikan bagi kepercayaan pelaku usaha, baik lokal maupun asing.

Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Osamh Mohammed Al-Shuibi pernah mengeluhkan soal kepastian hukum itu. “Kepastian hukum, itu yang menjadi hambatan berinvestasi di Indonesia,” ujarOsamh Mohammed Al-Shuibi kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

Dia bercerita bagaimana pengalaman perusahaan Arab Saudi yang bersengketa di pengadilan Indonesia. Menurut dia, putusan dari pengadilan belum memberikan proteksi kepada warganya yang berbisnis di negeri kita.

Keluhan tersebut tentunya jangan sampai diutarakan lagi oleh negara lain. Hukum di Indonesia diharapkan mampu memberikan proteksi yang pasti bagi para investor luar negeri. Tujuannya untuk memberikan rasa percaya sehingga mengerek jumlah investor bertandang ke tanah air.

Kabar baik, Bank Dunia baru saja merilis Ease of Doing Business Index 2018. Indeks ini memproyeksikan kemudahan berusaha di Indonesia untuk tahun depan. Indonesia menempati urutan ke 72, atau meloncat dari posisi 91 pada 2017. Peringkat ini merupakan pencapaian Indonesia yang terbaik sejak 2008.

Indeks kemudahan berusaha terdiri dari 10 komponen indikator. Adapun salah satunya yakni penyelesaian kepailitan (resolving insolvency). Peringkat salah satu indilkator ini merangkak naik dari peringkat 76 pada 2017 menjadi peringkat 38 untuk tahun depan.

Tentu masih ada idikator lainnya yang juga mengalami kenaikan. Namun tulisan ini akan fokus pada produk hukum kepailitan.

Kenikan peringkat pada penanganan kepialitan ini dapat menjadi preseden yang baik bagi dunia usaha. Meski belum masuk peringkat 10 besar, paling tidak penanganan sengketa utang piutang di pengadilan mengalami perbaikan.

Tidak semua usaha berjalan lancar. Ada beberapa yang tersendat dan akhirnya terlilit utang. Namun dalam kondisi terjerat utang, perusahaan pasti menginginkan output terbaik dalam proses insolvensi, likuidasi hingga pemberesan aset. Dimulai dengan niat baik, maka setiap usaha diakhiri dengan cara yang baik pula.

Oleh karena itu, penyelesaian perkara kepailitan menjadi hal penting untuk dunia usaha.

Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Jamaslin James Purba berujar poin penting dari perbaikan peringkat penangan perkara kepailitan adalah kepastian hukum.

Artinya, penanganan kepailitan lebih memberikan kejelasan mulai dari proses rapat kepailitan, jangka waktu penyelesaian kepailitan, besarnya biaya kepailitan hingga membaiknya kinerja kurator dalam mengurus kepailitan.

“Jaminan kepastian hukum membuat investor paham dan hasilnya akan membuat nyaman,” katanya kepada Bisnis.

Kepastian dalam kepailitan bisa berupa prediksi yang bisa dipertanggungjawabkan dan tidak meleset dari ekspektasi. Selain itu, adanya konsistensi dari praktisi kepailitan dalam menjalankan peraturan berdasarkan UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

James melihat sudah ada kecenderungan naiknya kepercayaan dunia usaha dalam menyelesaikan sengketa utang piutang di pengadilan niaga.

Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyebutkan terdapat 162 perkara permohonan PKPU dan 68 perkara pailit terdaftar per 28 Desember 2017.

Perkara PKPU sepanjang 2017 naik 13,28% dari kasus PKPU 2016 sebanyak 143 perkara. Sementara itu, perkara kepailitan naik tipis 1,49% dari 67 perkara pada 2016 menjadi 68 perkara pada 2017.

Menurut James, sengketa utang-piutang didominasi dengan perdamaian. Hasil PKPU yang berkahir damai lebih besar ketimbang berakhir pailit.

Artinya, terdapat semangat antara debitur dan kreditur untuk menyelesaikan masalah dengan damai sehingga dunia usaha tetap jalan dan debitur bangkit kembali. Sebaliknya, apabila berakhir pailit maka usaha terhenti, karyawan menganggur dan tak jarang tagihan tak tertagih.

Potret Kepailitan di Indonesia

Transparansi

Dewan Kehormatan AKPI Andrey Sitanggang mengungkapkan kenaikan peringkat penanganan kepailitan tidak lepas dari faktor internal kepailitan itu sendiri.

Ada tiga hal yang memoles penanganan kepailitan menjadi apik yakni tranparansi, kecepatan dan waktu. Tiga hal itu sudah mencadi rumusan penanganan perkara pailit. Hal ini didukung dengan sistem administrasi pengadilan niaga yang juga mumpuni.

Selain itu, faktor internal lainnya yakni sikap kurator yang terus berbenah dalam menjalankan tugasnya. Apabila hukum membaik, terdapat aksi kurator yang meningkatkan kualitas pelayanannya untuk kepentingan debitur dan kreditur.

Gangguan terhadap kurator juga dipandang telah menurun. Kriminalisasi terhadap kurator yang dilaporkan ke polisi juga berkurang. Hal-hal tidak penting yang menjadi gangguan menangani pailit memang selayaknya disingkirkan.

“Apabila perangkat hukum berjalan baik maka pasar akan merespons dengan paik. Stabilnya pasar tentu mengerek investor. Substansi yang paling penting untuk menarik investor adalah hukum. Itu saja yang dipegang,” tutur Andrey.

Kendati begitu, peringkat penanganan kepailitan ke angka 38 bukanlah pencapain final. Pasalnya, masih ada faktor eksternal yang sulit dikendalikan.

Salah satu contohnya yaitu penjualan budel pailit yang terkadang memakan waktu, lamanya penjualan budel tentu berpengaruh terhadap waktu penyelesaian kepailitan.

Penjualan budel tergantung dari respons pasar. Apabila budel tidak marketable atau tidak layak beli, aset sulit untuk terjual. Andrey mengaku beberapa aset bahkan masih ada yang belum terjual meski sudah di balai lelang.

Kendala lainnya yakni mengenai pembagian budel yang kerap menuai perselisihan. Perselisihan kerap terjadi antara kreditur separatis atau pemegang jaminan dengan pajak.

Sebagai kreditur preferen atau yang harus diprioritaskan, pajak meminta dibayar terlebih dahulu. Namun separatis keberatan karena haknya harus terpotong padahal dialah yang menggelontorkan piutang ke debitur.

Lalu, apabila pekerjaan rumah kepailitan dibenahi, bisakah peringkat resolving insolvency terdongkrak menjadi 10 besar di Indeks Kemudahan Berusaha 2019? Kita tunggu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper