Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gugat Praperadilan, Setya Novanto ‘Ketinggalan Kereta’

Proses hukum praperadilan Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP sudah ketinggalan kereta karena langkah penyidikan otomatis berubah menjadi penuntutan.
Ketua DPR Setya Novanto bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/11)./ANTARA-Hafidz Mubarak A
Ketua DPR Setya Novanto bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/11)./ANTARA-Hafidz Mubarak A

Kabar24.com, JAKARTA—Proses hukum praperadilan Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP sudah ‘ketinggalan kereta’ karena langkah penyidikan otomatis berubah menjadi penuntutan.

Demikian dikemukakan oleh Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman kepada wartawan, Rabu (6/12).

Boyamin mengungkapkan bahwa KPK telah melakukan proses tahap kedua, yaitu penyerahan tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut Umum di lembaga antirasuah KPK.

"Karena sebelumnya berkas dinyatakan lengkap (P21) dan dilanjutkan tahap kedua maka tanggung jawab dan wewenang berpindah dari penyidik kepada jaksa penuntut umum (JPU)," katanya.

Menurut Boyamin, dengan beralihnya tanggung jawab kepada JPU maka praperadilan yang diajukan Novanto akan kehilangan subyek dan obyeknya. Dengan demikian statusnya bukan lagi penyidikan karena sudah berubah proses penuntutan.

"Novanto jika tetap uji praperadilan maka harus mengubah obyek dan subyek sehingga harus mencabut praperadilan yang lama dan kemudian mendaftarkan praperadilan yang baru dengan obyek penuntutan dan subyeknya JPU," ujar Boyamin.

Dia juga mengatakan Novanto dan kuasa hukumnya tertutup kemungkinan melakukan renvoi gugatan karena bukan menyangkut kesalahan minor. Jika Novanto hendak mengubah gugatan yang sudah ada maka tidak akan diterima hakim karena mengubah substansi penyidikan menjadi penuntutan.

"Praperadilan yang telah diajukan posita dan petitum-nya adalah tidak sahnya penyidikan dan penetapan tersangka, sedangkan sekarang hal ini sudah lewat karena sudah penuntutan. Jika sudah P21 dan tahap kedua maka akan sulit untuk diuji melalui Praperadilan karena hal ini belum diatur dalam KUHAP maupun putusan Mahkamah Konstitusi," ujarnya.

Boyamin menilai upaya P21 dan tahap kedua ini sebagai upaya cerdas yang dapat ditempuh KPK, juga sekaligus upaya lihai seperti yang disampaikan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

"Upaya P21 dan dilanjutkan tahap kedua jelas diatur KUHAP dan pasal 25 UU 31 tahun 1999 bahwa perkara korupsi harus diutamakan untuk secepatnya disidangkan di Pengadilan Tipikor," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper