Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PILPRES 2019: Tanpa Presidential Treshold, Koalisi Bisa Lebih Murni

Partai politik peserta Pemilu Presiden 2019 bisa membangun koalisi yang lebih murni jika tidak ada paksaan untuk memenuhi presidential treshold atau ambang batas untuk bisa mengajukan calon presiden.
Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (24/2)./Antara-Hafidz Mubarak A.
Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (24/2)./Antara-Hafidz Mubarak A.

Kabar24.com, JAKARTA - Partai politik peserta Pemilu Presiden 2019 bisa membangun koalisi yang lebih murni jika tidak ada paksaan untuk memenuhi presidential treshold atau ambang batas untuk bisa mengajukan calon presiden.

Demikian disampaikan pakar ilmu politik sekaligus Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan.

"Bila ini terjadi maka itu adalah koalisi yang lebih murni, karena tidak didasari oleh keterpaksaan untuk memenuhi ketentuan ambang batas pencalonan presiden," ujar Djayadi di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (15/11/2017).

Djayadi mengatakan hal tersebut ketika memberikan keterangan selaku ahli yang dihadirkan oleh Pemohon dalam uji materi Pasal 222 UU Pemilu tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.

Djayadi kemudian menjelaskan dalam kondisi tanpa adanya ambang batas pencalonan presiden, partai politik yang mau berkoalisi dan memiliki kesepahaman yang sama akan terus berkoalisi, sementara yang tidak cocok kemudian akan memilih alternatif lainnya.

"Jadi tidak ada keterpaksaan dan tidak ada penjegalan di sini," kata Djayadi.

Oleh sebab itu Djayadi menilai tanpa adanya ambang batas pencalonan presiden, tidak berarti akan menimbulkan banyaknya calon dan tidak ada koalisi antarpartai politik.

"Justru koalisi antar partai tetap sangat mungkin terjadi," kata Djayadi.

Djayadi berpendapat hal ini karena banyak pertimbangan yang akan dipakai untuk mencalonkan presiden untuk menyesuaikan dinamika politik yang terjadi.

"Dengan demikian, alasan yang menyatakan bahwa ambang batas pencalonan presiden memperkuat sistem presidential adalah alasan yang lemah," kata Djayadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Saeno
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper