Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan indikasi kerugian negara dari sektor batubara selama 2006-2016 mencapai Rp133,6 triliun.
Peneliti ICW Firdaus Ilyas mengatakan kajian ICW terhadap sektor batubara menemukan, selama periode tersebut ditemukan indikasi unreporting transaction sektor batubara (ekspor) sebesar Rp365,3 triliun.
"Dampaknya, terdapat indikasi kerugian negara dengan jumlah Rp133,6 triliun. Indikasi tersebut berasal dari kewajiban perusahaan batubara untuk pajak penghasilan maupun royalti," kata Fridaus dalam keterangan resminya, Sabtu (11/11/2017).
Firdaus menyebutkan indikasi kerugian negara itu muncul lantaran kepatuhan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dari Sektor Mineral Batubara (Minerba) yang minim. Pada tahun 2015 misalnya hanya 3.580 Wajib Pajak (WP) yang melapor, sedangkan 4.523 lainnya tidak melakukan pelaporan.
Kejanggalan lain dalam industri batubara juga tampan dari perbedaan pencatatan data produksi batubara di Indonesia antara Kementerian ESDM RI dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Kementerian ESDM mencatat, total data produksi batubara Indonesia selama periode 2006 – 2015 sebanyak 3.315 juta ton, sementara BPS mencatat 3.266,2 juta ton. Dengan kata lain, terdapat selisih data produksi sebesar 49,1 juta ton.
"Sebagai salah satu produsen batubara yag terbesar di dunia, temuan tersebut jelas tidak menggembirakan," ungkapnya.
Hal diatas juga mesti diberi perhatian lebih serius mengingat kondisi penerimaan negara saat ini, baik pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sedang menghadapi berbagai persoalan. Tax Ratio nasional sejak tahun 2012 mengalami penurunan, hingga mencapai angka 10,36% di tahun 2016