Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Fahri Hamzah: Bocorkan SPDP, KPK Langgar Hukum

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melanggar hukum dengan membocorkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP.
Ketua DPR Setya Novanto (kiri) didampingi Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah /Antara
Ketua DPR Setya Novanto (kiri) didampingi Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah /Antara

Kabar24.com, JAKARTA--Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melanggar hukum dengan membocorkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP.

Menurutnya, seharusnya sebagai lembaga supervisi, KPK tidak boleh seenaknya membocorkan SPDP Setya Novanto terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP.

Bahkan dia menilai KPK tidak saja melanggar hukum, tapi punya strategi pembocoran penyidikan untuk menjatuhkan harkat dan martabat Setya Novanto.

"Itu saya bilang, KPK punya strategi pembocoran itu kan. Itu melanggar hukum tapi bagi KPK itu kan ga ada hukum karena orang KPK itu nggak boleh dihukum. Dia harus bersih dari hukum," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Rabu (8/11)

Dengan demikian dia mengaku tidak heran bila banyak orang-orang KPK yang tidak pernah tersangkut kasus hukum meski telah melakukan pelanggaran hukum seperti pembocoran SPDP.

Lebih jauh, Fahri pun membeberkan sejumlah kasus maupun pelaporan terhadap pimpinan KPK maupun penyidik-penyidik KPK yang tidak pernah ditindaklanjuti hingga tuntas.

"Karena itu kalau melaporkan orang KPK ya aman. Ada indikasi korupsi aman. Polisi juga takut. Apa yang menurut KPK benarlah pokoknya," ujarnya.

Sebelumnya beredarnya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP.

Adapun dalam SPDP beredar tersebut, tertulis nomor Sprin.Dik-113/01/10/2017 tanggal 31 Oktober 2017. Penyidik pun menjerat Novanto sebagai tersangka terhitung sejak dikeluarkannya sprindik tersebut.

Novanto diduga kuat bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudiharjo (ASS), Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman dan Sugiharto melakukan tindak pidana korupsi atas megaproyek bernilai Rp5,9 triliun tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper