Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Serbia Memilih Di Tengah Rusia dan Eropa

Menteri Luar Negeri Serbia Ivica Dadic bersikukuh mempertahankan aksi halus mereka untuk tetap berada di tengah-tengah Rusia dan Barat pada Kamis (2/11/2017) waktu setempat. Pernyataan ini menolak permintaan AS agar mereka mementukan pilihan untuk berpihak pada Rusia atau Eropa.
Menteri Luar Negeri Serbia Ivica Dadic/Reuters
Menteri Luar Negeri Serbia Ivica Dadic/Reuters

Bisnis.com, BELGRADE - Menteri Luar Negeri Serbia Ivica Dadic bersikukuh mempertahankan aksi halus mereka untuk tetap berada di tengah-tengah Rusia dan Barat pada Kamis (2/11/2017) waktu setempat. Pernyataan ini menolak permintaan AS agar mereka menentukan pilihan untuk berpihak pada Rusia atau Eropa.

Serbia memang memiliki posisi politik internasional yang unik, di satu sisi dua Kristen Ortodoks dan Slavic Serbia punya afinitas yang tinggi dengan Moskow. Di sisi lain, gabungan dua negara pecahan terbesar dari Yugoslavia tersebut juga menunjukkan semangat yang tinggi untuk bergabung dengan Uni Eropa.

Bulan ini, Wakil Asisten Sekertaris Urusan Eropa dan Eurasia AS Hoyt Brian Yee mengatakan pihak Belgrade harus memilih di antara Uni Eropa dan Russia. Dia mengkritik Serbia dengan mengatakan, "Mereka tidak bisa duduk pada dua kursi yang berbeda secara bersamaan."

Imbauan dari AS tersebut ditanggapi Ivica Dadic dengan penolakan secara halus. Pria yang pernah berada di bawah pimpinan Slobodan Milosevic ini mengatakan mereka akan memilih sesuai dengan apa yang menjadi kepentingan mereka. "Apa yang tidak kami inginkan saat ini adalah ada seseorang yang menarik kursi kami dari bawah, apa yang penting buat kami adalah untuk melihat apa yang ada dalam kepeningan kami," ujarnya sebagaimana dilansir dari Reuters.

Meskipun Uni Eropa adalah partner dagang dan investor terbesar bagi Serbia, tapi mereka masih dikontrol oleh Rusia dalam urusan suplai minyak dan gas. Selain itu, Rusia juga banyak membantu mereka dalam bidang militer, salah satunya dengan menyumbangkan enam pesawat tempur MiG-29.

Salah satu kedekatan mereka yang lain adalah soal penolakan kemerdekaan Kosovo. Mereka juga menolak tergabungnya Kosovo dalam PBB. Rusia mendukung penolakan ini tentunya karena permintaan dari Serbia.

Kosovo sendiri adalah negara yang banyak diisi oleh etnis Albania. Mereka telah merdeka dan memisahkan diri dari Serbia sejak 2008, setelah melalui pertempuran panjang nan berdarah-darah sepanjang 1998-1999. Kemerdekaan mereka telah diakui oleh 115 negara termasuk AS dan sebagian besar negara Uni Eropa. Akan tetapi Rusia dan Serbia bersepakat untuk tidak mendukung kemerdekaan Serbia.

Dadic mengatakan kebijakan mereka untuk tidak mendukung kemerdekaan Kosovo sama halnya dengan penolakan Spanyol soal kemerdekaan Catalonia. "Jika Spanyol bisa memperjuangkan konsep mereka atas Catalonia, maka kami juga bisa berjuang untuk negara kami," ujarnya.

Serbia menghargai Kosovo sebagai tanah bersejarah kelahiran negara mereka. Menurut Dadic, pemerintah Kosovo harus mencari solusi bersama dan konferensi internasional agar dapat sama-sama menghindari perang di masa mendatang.

Saat ini terhitung setidaknya ada 120.000 warga Serbia yang berada di Kosovo. Kebanyakan dari mereka, terutama yang berada di daerah Utara adalah golongan yang anti pada pemerintah Kosovo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Reuters

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper