Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suku Bunga The Fed Berpeluang Ditahan

Para pelaku pasar memprediksi suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) berpeluang kembali ditahan dalam pertemuan Federal Open Market Committee(FOMC) pada 19-20 September.
/Reuters
/Reuters

Bisnis,com, JAKARTA — Para pelaku pasar memprediksi suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) berpeluang kembali ditahan dalam pertemuan Federal Open Market Committee(FOMC) pada 19-20 September.

Hal itu setidaknya tercermin dalam data indeks probabilitas kenaikan suku bunga AS (WIRP) Bloomberg, di mana 99,4% responden meyakini suku bunga masih akan ditahan pada level 1%-1,25% pada bulan ini.

Sementara itu, keyakinan serupa juga muncul dalam pertemuan FOMC November di mana 98,6% responden percaya suku bunga tak akan mengalami perubahan.

Sebaliknya, pasar justru mempercayai, pertemuan FOMC bulan ini akan menjadi momentum bagi The Fed untuk mengumumkan detil rencana pemangkasan neraca keuangannya sebesar US$4,5 triliun. Sebelumnya, The fed mengatakan, kebijakan tersebut berpeluang dilakukan mulai awal tahun depan. Akan tetapi, para ekonom meyakini dampak dari kebijakan tersebut nantinya cenderung terbatas.

“Dampak awal di pasar modal akan cenderung terbatas, karena The Fed menjanjikan aakn melakukan pemangkasan neraca keuanga tersebut secara terbatas,” tulis China Investment Securities dalam laporan kepada kliennya, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (19/9/2017).

Sebelumnya,  sejumlah indeks saham acuan Paman Sam di  Wall Street berhasil memperbarui rekornya pada akhir perdagangan Senin(19/9) waktu setempat. Jelang pertemuan FOMC.

Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup menguat 0,28% atau 63,01 poin di 22.331,35. Capaian itu merupakan rekor baru karena berhasil mencatatkan penguatan untuk kelima kalinya secara berturut-turut.

Indeks Nasdaq Composite naik 0,1% atau 6,17 poin di level 6.454,64 sedangkan indeks S&P 500 berakhir menguat 0,15% atau 3,64 poin di posisi 2.503,87.

Di sisi lain, imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun berhasil kembali meningkat pada perdagangan Senin (18/9) waktu setempat hingga 2,23%, dari penutupan perdagangan Jumat (15/9) yang mencapai 2,20%.

Akan tetapi, para ekonom menyebutkan, kenaikan yield utang pemerintah AS tersebut bukan didominasi oleh The Fed melainkan mulai meredanya potensi perang antara Korea Utara dan AS.

 Pasalnya, menjelang Sidang Majelis Utama Perserikatan Bangsa-Bangsa, Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan bahwa AS akan mengutamakan solusi damai untuk menyelesaikan permasalahannya dengan Korut. Peryataan tersebut berhasil meredakan kekhawatiran investor selama ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper