Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aksi Merger dan Akuisisi Perusahaan China di Luar Negeri Diprediksi Melonjak 70%

Firma hukum yang fokus menangani aksi merger dan akuisisi, Linklaters LLP, dalam riset terbarunya memperkirakan dalam 10 tahun ke depan pengusaha China akan menghabiskan dana US$1,5 triliun untuk melakukan merger dan akuisisi di luar negeri.

Bisnis.com, JAKARTA - Firma hukum yang fokus menangani aksi merger dan akuisisi, Linklaters LLP, dalam riset terbarunya memperkirakan dalam 10 tahun ke depan pengusaha China akan menghabiskan dana US$1,5 triliun untuk melakukan merger dan akuisisi  di luar negeri.

Jumlah itu meningkat hampir 70% dari periode yang sama dalam sedekade terakhir.  Selama 10 tahun terakhir, aksi korporasi perusahaan China di luar negeri mencapai US$880 miliar.

Minat perusahaan asal Negeri Panda, lanjut firma hukum yang berbasis di London itu, bahkan tidak mengalami penurunan kendati regulator China memperketat arus modal keluar pada tahun ini.

Pasalnya, Pemerintah China masih memberikan kelonggaran bagi perusahaan nasional yang akan berinvestasi di sektor manufaktur terutama teknologi maju dan perdagangan internasional. 

Tak heran jika Linklaters LLP memperkirakan sektor yang paling diminati untuk proses M&A perusahaan China adalah manufaktur teknologi. 

Namun demikian, keberhasilan aksi korporasi perusahaan China di luar negeri akan sangat tergantung pada kemampuan mereka dalam menangani sentimen politis negara tujuan. Pasalnya, di beberapa negara investor asal China mendapat perhatian khusus, dengan dalih demi kepentingan nasional terutama keamanan, salah satunya adalah Amerika Serikat.

Regulator di Negeri Paman Sam cenderung cukup ketat melakukan filterisasi dan pengawasan pada aksi korporasi yang melibatkan perusahaan China. Dalam hal ini, sejumlah kalangan menilai, AS khawatir proses akuisisi perusahaan dalam negeri oleh China, akan dijadikan salah satu langkah spionase oleh Beijing.

Fenomena semacam itu yang berkontribusi pada kegagalan aksi korporasi perusahaan China pada tahun lalu, yang mencapai US$75 miliar. Di sisi lain, China juga diharapkan tunduk pada tekanan dunia internasional untuk meliberalisasi pasarnya.

“Penurunan aksi korporasi pada tahun lalu yang mungkin berlanjut pada tahun ini. Namun di tahun-tahun berikutnya laju M&A berpeluang meningkat kembali, terutama setelah Pemerintah China memiliki ambisi membangkitkan megaproyek One Belt On Road,” tulis Linklaters LLP dalam laporannya yang dikutip, Kamis (10/8/2017).

Di sisi lain, rebound dalam aksi M&A juga akan bergantug pada sikap Pemerintah China terhadap aksi korporasi dengan nilai tranksaksi besar di luar negeri. Pasalnya, saat ini Pemerintah dan Bank Sentral China (PBOC) tengah mengawasi secara ketat aksi korporasi ke luar negeri.

Hal itu dilakukan demi menjaga agar tak terjadi pelarian modal besar-besaran ketika nilai tukar yuan tertekan. Di sisi lain, pelarian modal besar-besaran dinilai sebagai salah satu penghambat laju pertumbuhan ekonomi nasional.

“Pemerintah China kami perkirakan akan melunak dan tetap terbuka untuk bisnis yang berhubungan dengan akuisisi proyek strategis di luar negeri,” tulis Linklaters.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper