Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ECB: Ekonomi Zona Euro Masih Butuh Pelonggaran Kebijakan Moneter

Kendati Bank Sentral Eropa (ECB)telah membuat kemajuan dalam mendorong inflasi menuju target, kebijakan moneter yang longgar dinilai tetap masih diperlukan.

Bisnis.com, PARIS-- Kendati Bank Sentral Eropa (ECB)telah membuat kemajuan dalam mendorong inflasi menuju target, kebijakan moneter yang longgar dinilai tetap masih diperlukan.

Salah satu anggota komite pembuatan kebijakan ECB Francois Villeroy de Galhau menganggap, kebijakan pelonggaran moneter masih dibutuhkan oleh otoritasnya. Hal itu diungkapkan oleh Gubernur Bank Sentral Prancis (BoF) kepada anggota parlemen Prancis.

“Kami (ECB) memang telah membuat kemajuan dalam mengerek inflasi, namun kami belum encpai target, sehingga masih ada kebutuhan untuk menerapkan kebijakan moneter longgar,” kata Villeroy, seperti dikutip dari Reuters, Rabu (19/7).

Dia mengatakan, intensitas penggunaan kebijakan moneter longgar tersebut akan disesuaikan dengan kondisi ekonomi terbaru demi menjaga pertumbuhan ekonomi sesuai target.

Seperti diketahui, proses pelonggaran moneter dijadwalkan akan terus dilakukan hingga akhir tahun ini. ECB pun diprediksi akan mulai memberikan indikasi awal terkait pengurangan stimulus moneter berupa pembelian obligasi pada tahun ini, sebelum akhirnya mengeksekusinya pada tahun depan.

Perkiraan itu memicu aksi jual di pasar utang zona euro dan melonjakan nilai tukar euro terhadap sejumlah mata uang utama global selama tiga pekan terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa investor telah  mengantisipasi proses penarikan stimulus tersebut.

Para analis memperkirakan ECB akan mengikuti model The Fed dengan membuat skema pemotongan pembelian obligasi secara bertahap setiap bulan pada 2018. Proses itu diperkirakan akan memakan waktu antara 6-12 bulan.

Skema lain juga mengemuka, di mana ECB diperkirakan akan mengurangi pembelian dengan jumlah tertentu dan kemudian melakukan penilaian setiap tiga bulan sekali. Skema ini setidaknya  telah dilakukan sebelumnya di mana ECB memotong jumlah pembeliannya obligasinya menjadi 60 miliar euro per bulan dari awalnya  80 miliar per bulan pada  April.

“ECB mungkin tidak akan memberitahu akhir dari proses pelonggaran moneter pada tahun depan demi menjaga fleksibilitas dalam menghadapi kondisi ekonomi terbaru,” seperti disimpulkan oleh Reuters, dari surveinya terhadap sejumlah analis.

Adapun, kebijakan moneter ECB tersebut diperkirakan akan menimbulkan risiko besar yang berasal dari kenaikan nilai tukar  euro atau obligasi pemerintah yang terlalu cepat. Kondisi itu diperkirakan akan menggagalkan pemulihan ekonomi karena pengetatan kebijakan moneter terlalu cepat.

Italia, dipandang sebagai salah satu negara yang paling rentan terhadap pengetatan moneter ECB, lantaran adanya pemilu di negara tersebut pada tahun depan. Faktor guncangan politik dari pemilu tersebut akan menambah sentimen negatif  bagi Italia maupun Uni Eropa sendiri.

Sebelumnya, dalam survei yang dilakukan Bloomberg kepada sejumlah ekonomi, pertemuan Dewan Gubernur ECB pada 19-20 Juli diperkirakan menjadi awal bagi para pejabat bank sentral untuk mendiskusikan ruang yang dimiliki guna mengurangi stimulus yang telah diberikan selama empat tahun. Pertemuan tersebut juga akan menjadi kunci apakah stimulus telah siap dilepas tahun depan.

Selanjutnya, dalam  pertemuan Dewan Gubernur pada September, ECB diprediksi akan mulai menghapus bias pelonggaran moneternya dan memperpanjang program pembelian stimulus setidaknya pada akhir 2018. Namun mulai awal tahun depan, ECB akan mulai mengurangi secara bertahap jumlah pemberian stimulus tersebut.

Proses tersebut nantinya akan diakhiri dengan menaikkan suku bunga deposito ECB yang saat ini ditetapkan pada level -0,4%.  Tingkat inflasi Eropa yang masih di bawah target 2% menjadi alasan bagi ECB untuk melakukan penarikan kebijakan pelonggaran moneter secara bertahap, di tengah mulai pulihnya pertumbuhan ekonomi kawasan ini.

Seperti diketahui, inflasi Zona Euro pada Juni hanya mencapai 1,3%. Adapun pada akhir 2019, inflasi diprediksi ridak akan melampaui level 1,6%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper