Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelibatan TNI Berantas Teroris Dinilai Lupa Dengan Sejarah

Dukungan keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme melalui revisi UU 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme menunjukkan banyak pihak ahistoris dengan regulasi TNI dan praktik pemberantasan terorisme yang selama ini dijalankan.
Prajurit TNI AD menyanyikan yel-yel kebanggaan satuan./Antara-Kornelis Kaha
Prajurit TNI AD menyanyikan yel-yel kebanggaan satuan./Antara-Kornelis Kaha

Kabar24.com, JAKARTA - Dukungan keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme melalui revisi UU 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme menunjukkan banyak pihak ahistoris dengan regulasi TNI dan praktik pemberantasan terorisme yang selama ini dijalankan.

Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan dalam Pasal 7 ayat 2 dan 3 UU 34/2004 tentang TNI sesungguhnya telah mengatur bahwa TNI memiliki tugas memberantas terorisme sebagai salah satu dari 14 tugas operasi militer selain perang (OMSP).

Poin tersebut, menurutnya, tanpa mempertegas pengaturan peran TNI dalam RUU Antiterorisme yang sedang dirancang DPR dan Pemerintah, TNI sudah mengemban mandat tersebut.

"Buktinya, dalam beberapa operasi di mana Polri memerlukan bantuan TNI, dua institusi ini mampu bekerja profesional dan efektif. Mempertegas peran TNI dalam RUU Antiterorisme justru akan bertentangan dengan Pasal 7 UU 34/2004 tentang TNI, yang mengharuskan adanya kebijakan dan keputusan politik negara dalam melibatkan TNI pada OMSP, termasuk dalam soal terorisme," kata Hendardi dalam keterangan resmi yang dikutip Bisnis, Selasa (27/6/2017).

Selain itu, keharusan adanya kebijakan dan keputusan politik negara merupakan konsekuensi prinsip supremasi sipil (civilian supremacy) dalam negara demokrasi, di mana panglima tertinggi TNI adalah otoritas sipil, yakni presiden.

Sebagai sebuah kebijakan dan keputusan politik negara, maka OMSP, termasuk dalam memberantas terorisme adalah keputusan ad hoc dan temporer oleh suatu situasi darurat dimana terorisme dianggap mengancam kedaulatan negara.

"Jika pelibatan TNI dipermanenkan dalam RUU Antiterorisme, sama artinya menyerahkan otoritas sipil pada militer untuk waktu yang tidak terbatas, karena itu bertentangan dengan prinsip supremasi sipil," jelasnya.

Hendardi menambahkan, pelibatan TNI secara eksplisit harus ditolak dengan alasan (a) merusak sistem peradilan pidana. Terorisme adalah “crime” yang harus diatasi dengan pendekatan hukum yang selama ini terbukti mampu mengurai jejaring terorisme dan mencegah puluhan rencana aksi terorisme; dan (b) keterlibatan TNI akan memperlemah akseptabilitas dan akuntabilitas kinerja pemberantasan terorisme, karena TNI tidak tunduk dan bukan aktor dalam sistem peradilan pidana terpadu.

Tidak ada hak uji (habeas corpus) atas tindakan paksa yang dilakukan oleh TNI. Jika ini terjadi akan membahayakan demokrasi, HAM, dan profesionalitas TNI itu sendiri.

Oleh karena itu Presiden Jokowi harus memastikan keinginannya melibatkan TNI dalam pemberantasan terorisme secara permanen melalui RUU Antiterorisme tidak bertentangan dengan Konstitusi RI dan sejumlah peraturan perundang-undangan lainnya.

Meskipun tindakan terorisme membahayakan keamanan warga, tetapi tindakan terorisme adalah one time event yang hingga kini belum bisa dipandang sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara.

"Apalagi, kapanpun, sebagai Panglima Tertinggi, Jokowi bisa menggunakan TNI untuk terlibat, khususnya pada aksi-aksi terorisme di wilayah-wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh Polri," katanya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper