Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ajukan Angket ke KPK, DPR Diingatkan Aturan Tata Negara

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mengingatkan bahwa, KPK bukan bagian dari eksekutif, sehingga bukan bagian dari objek pengawasan oleh legislatif.
Ketua KPK Agus Rahardjo memberi keterangan kepada wartawan seusai melakukan pertemuan dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di gedung KPK, Jakarta, Senin (13/3)./Wahyu Putro A
Ketua KPK Agus Rahardjo memberi keterangan kepada wartawan seusai melakukan pertemuan dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di gedung KPK, Jakarta, Senin (13/3)./Wahyu Putro A

Kabar24.com, JAKARTA - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mengingatkan bahwa, KPK bukan bagian dari eksekutif, sehingga bukan bagian dari objek pengawasan oleh legislatif.

Peneliti PSHK Miko Susanto Ginting mengatakan, kalau dilihat dalam hubungan kekuasaan eksekutif-legislatif, maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan bagian dari kekuasaan eksekutif.

“Sementara hak angket adalah instrumen bagi kekuasaan legislatif untuk mengawasi kebijakan eksekutif. KPK adalah lembaga penegak hukum yang berdiri independen dan tidak masuk cabang kekuasaan manapun,” kata Miko di jakarta, Jumat (21/4/2017).

Dikatakan, instrumen kontrol bagi KPK muncul dari proses penegakan hukum sendiri, yaitu pengadilan. Kebijakan hak angket juga ditujukan mempertanyakan kebijakan, bukan diciptakan sebagai instrument untuk penegakan hukum.

“Saya cuma bisa bilang bahwa itu [pengguliran hak angket] bentuk intervensi hukum,” katanya.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III dan KPK yang selesai digelar, Rabu (19/4/2017) dini hari sejumlah fraksi menyetujui pengajuan hak angket terhadap KPK digulirkan. Penyebabnya permintaan anggota Komisi III DPR agar KPK membuka rekaman penyadapan korupsi KTP elektronik tidak dipenuhi.

"Mohon maaf rekaman tidak bisa kami berikan," tutur Laode, Wakil Ketua KPK kala itu.

Miko menilai upaya Komisi III DPR untuk mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam Haryani adalah intervensi terhadap proses penegakan hukum. Upaya itu juga bentuk penggiringan proses penegakan hukum ke dalam proses politik.

“Komisi III seharusnya memahami bahwa pemeriksaan terhadap Miryam Haryani berlangsung dalam rangka penegakan hukum (pro justitia). Kontrol terhadap hal itu seharusnya dilakukan oleh mekanisme hukum dalam hal ini pengadilan dan bukan Komisi III,” kata Miko.

Dia mengharapkan DPR dapat tidak mengusik proses penegakan hukum. Proses yang berjalan cukup pengadilan yang bertindak secara independen untuk mengkonfirmasi isi BAP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anggara Pernando
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper