Kabar24.com, BANDUNG—Potensi penerimaan Negara dari pajak air tanah diperkirakan tak masuk ke dalam kas pemerintah.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyisir potensi pajak air tanah yang hilang di DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Koordinator Tim Gerakan Nasional Penyelamatan SDA Deputi Pencegahan KPK Dian Patria mengatakan potensi dua provinsi ini kehilangan pajak dari pemanfaatan air tanah tinggi.
Menurutnya DKI tahun lalu hanya mencatatkan pemasukan pajak air tanah Rp102 miliar. “Jabar itu yang lebih luas dari DKI hanya Rp14,5 miliar. Pertanyaannya kenapa [kecil]?” katanya di Bandung, Jumat (17/3/2017).
DKI, pihaknya mencatat, ada 4.265 sumur yang terdaftar namun kajian LIPI dan Fukuyama University menunjukan pelaporan potensi pajak air tanah baru 1/10. Menurutnya ada potensi hingga Rp1 triliun di DKI yang belum digali. “Itu baru sumur 4.265, data DKI ada gedung minimal 4 lantai yang jumlahnya 5.200,” paparnya.
Jika satu gedung saja memiliki 3 sumur sudah ada 15.000 sumur yang bisa ditarik pajaknya. Dian melihat masih ada selisih sangat besar dibanding pajak yang diraih Rp102 miliar.
Baca Juga
Jika menengok Jabar yang luasnya 3,2 juta hektar dan 27 kabupaten/kota. “Jumlah titik pengambilan mencapai 5.485, bandingkan DKI, ini pasti volume yang dilaporkan mark down,” tuturnya.
Pihaknya bersama Pemprov DKI terus melakukan penegakan hukum dengan menyisir sumur-sumur gedung perkantoran. Angka raihan pajak oleh DKI sendiri menurutnya ganjil karena dari 4.265 sumur tersebut pelapornya mencantumkan pemakaian air nol meter kubik. “Angka 0 saja itu sudah Rp102 miliar,” katanya.
Sementara untuk Jabar pihaknya masih menunggu 13 daerah yang belum melaporkan tangkapan pajak air tanah tersebut melengkapi data terlebih dahulu. Menurutnya sejak peralihan kewenangan pemberian izin dari kabupaten/kota ke provinsi, pihaknya menilai potensi pajak sesungguhnya terganjal kelengkapan data.
“Nanti kita bisa lihat locus [penindakannya] di Bandung misalnya, agar yang di Bekasi sampai Tasikmalaya tahu,” katanya.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Eddy M Nasution mencatat saat ini ada 7.242 Izin Usaha Pemanfaatan Air [IUPA] yang dikeluarkan daerah dan menjadi kewenangan pihaknya.
Saat ini pihaknya masih menghitung nilai perolehan air (NPA), namun prosesnya diakui Eddy sangat lambat. “Ada 14 kabupaten/kota yang harus melapor, namun 13 di antaranya masih belum menyampaikan permohonan IUPA ini,” ujarnya.
Menurut Eddy, 13 daerah ini antara lain Kota Sukabumi, Kabupaten Bekasi, Majalengka, Indramayu, Kota dan Kabupaten Cirebon, hingga Kota Cimahi.
Pihak Dinas ESDM memastikan di 13 daerah ini terdapat 1.227 perusahaan yang memanfaatkan air di 2.226 titik. “Ke depan kita akan melakukan penertiban terhadap pengambilan air tanah tanpa izin,” tegasnya.
Dari hasil pemantauan langsung di lapangan ditemukan masih banyak pihak yang menggunakan air tanah tidak menggunakan meteran. Dalam perpanjangan IUPA nanti, swasta akan diwanti-wanti untuk membangun sumur resapan. “Itu bagi yang memiliki lebih dari 1 sumur produksi,” katanya.
Selain itu swasta juga akan diwajibkan membangun sumur pantau terutama bagi industri yang memiliki lebih dari 4 sumur produksi. Pihaknya berharap dengan penegasan ini, maka kemungkinan eksploitasi air tanah bisa ditekan.
”Juni 2017 kami menargetkan sudah ada evaluasi perizinan IUPA yang pernah diterbitkan oleh kabupaten/kota,” pungkasnya.
Asisten Daerah Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setda Jabar Denny Juanda mengatakan pihaknya akan meminta pula Badan Geologi untuk memeriksa seluruh sumur di daerah yang belum melaporkan pajak air tanah. “Istilahnya mencari sumur liar. Ini pasti banyak, Geologi harus bisa memberikan data yang tepat untuk menjadi bahan masukan,” katanya.