Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gemakan #saveXpalaguna, 41 Komunitas dan 100 Seniman Bandung Minta Hutan Kota dan Cagar Budaya

sekitar 41 komunitas dan 100 seniman bergabung untuk menyuarakan #saveXpalaguna yaitu gerakan kebudayaan untuk menolak pembangunan pusat perbelanjaan, hotel dan rumah sakit di lahan bekas Gedung Palaguna Bandung.
Alun-alun Kota Bandung/pkskotabandung.com
Alun-alun Kota Bandung/pkskotabandung.com

Kabar24.com, BANDUNG - Pegiat lingkungan di Kota Bandung meluncurkan kampanye  #saveXpalaguna demi hadirnya hutan kota dan cagar budaya di dekat alun-alun kota tersebut.

Ketua Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan menuturkan sekitar 41 komunitas dan 100 seniman bergabung untuk menyuarakan #saveXpalaguna yaitu gerakan kebudayaan untuk menolak pembangunan pusat perbelanjaan, hotel dan rumah sakit di lahan bekas Gedung Palaguna Bandung.

"#SaveXpalaguna adalah aksi kebudayaan menolak pembangunan mal, hotel dan rumah sakit di lahan eks bangunan Palaguna. Kami menuntut kawasan tersebut agar dijadikan hutan kota dan cagar budaya," kata Dadan Ramdan dalam siaran persnya, Minggu (10/3/2017).

Dadan mengatakan gerakan publik dan aksi budaya ini berlangsung dari tanggal 14-15 Maret 2017 di area lahan eks-Palaguna dan sekitar kawasan alun-alun Bandung.

Aksi kebudayaan ini bermuatan serangkaian kegiatan seni dan budaya antara lain melukis bersama tentang lingkungan, pembacaan puisi dan haiku lingkungan hidup, human words selfie saveXpalaguna, doa bersama, ritual mengawinkan/menyatukan air dari sumber-sumber mata air yang ada di Kota Bandung, menonton film lingkungan hidup.

Aksi kebudayaan akan melibatkan warga Bandung dan berbagai komunitas yang terdiri dari seniman, budayawan, aktivis lingkungan, pencinta alam, guru, pelajar, pemuda, agamawan, perempuan dan warga kota lainnya.

Menurut dia gerakan komunitas, warga, dan seniman Bandung yang tergabung di dalam Aliansi Warga Bandung (AWB) ini juga mendapat dukungan dari komunitas yang memiliki jejaring internasional seperti "Profauna" (Protection of Forest and Fauna), jejaring International Day of Action for Rivers, dan Greenpeace Indonesia.

"Aksi warga ini sepenuhnya inisiatif kanyaah (rasa cinta) setiap pendukung dengan swadaya pribadi atau pun komunitasnya masing-masing dengan motto 'Dari Kita, Oleh Kita, Bandung nu Aing tapi Ulah Kumaha Aing'," kata dia.

Tujuan aksi kebudayaan adalah membangun kesadaran pemerintah, publik dan perusahaan untuk peduli dan sadar terhadap lingkungan, sungai sebagai peradaban, dan kehidupan manusia.

Ia mengatakan Aliansi Warga Bandung pada dasarnya bermaksud mengajak semua pihak untuk menjaga, merawat, dan menyelamatkan sungai, dan alam Bandung pada umumnya.

"AWB pun menyuarakan pentingnya hutan kota atau ruang terbuka hijau sebagai paru-paru perkotaan atau pun perdesaan, maka bergerak untuk menjaga berbagai ancaman kerusakan dan pencemaran akibat pembangunan ekonomi yang rakus dan eksploitatif," kata dia.

Dadan menuturkan gerakan ini muncul sebagai reaksi terhadap rencana LIPPO Group, PD Jawi (BUMD pemprov Jabar), dan pemerintah kota (sebagai pemegang otoritas perizinan) yang akan membangun pusat perbelanjaan, hotel, dan rumah sakit di lahan eks-Palaguna, "ini jelas nantinya akan menjadi milik privat atau bukan lagi menjadi milik publik."

Pembangunan yang rencananya bernama "Bandung Icon" tersebut berpotensi menambah sampah domestik sebesar 20 ton tiap hari atau sekitar 600 ton per bulan, menghasilkan limbah berbahaya dan beracun sebesar 1 ton sehari.

Sementara rencana pembangunan ini pun berada pada zona merah Cekungan Bandung yang akan menyedot air tanah sebanyak 100.000 liter per hari, dan menyebabkan kualitas air tanah semakin menurun dan sempadan Sungai Cikapundung pun terancam terganggu.

"Warga memandang kawasan alun-alun sebagai pusat kota itu sudah terlalu padat bahkan telah melampaui ambang kritis, maka tidak saja akan berbahaya bagi sala satu kawasan Cekungan Bandung melainkan bisa mengancam pula kawasan hilir sungai Cikapundung dalam bentuk banjir kiriman hingga limbah beracun," kata dia.

Selain itu, lanjut dia, kawasan alun-alun Bandung pun amat kuat memiliki latar kebudayaan sejak dicanangkannya oleh Raden Adipati Wiranatakusumah II bahkan kemudian pernah menjadi ibu kota Konferensi Asia Afrika.

"Atas dasar itulah maka warga memandang lebih perlu hutan kota dan cagar budaya ketimbang mal, hotel, dan rumah sakit," kata dia.

Lebih lanjut ia mengatakan aksi pun berkehendak mengingatkan dan mendesak pemerintah Jawa Barat dan Kota Bandung bahwa luasan RTH Bandung hanya sekitar 12%, kondisinya kian tak sehat, udara makin panas dan tercemar, sangat kurang memiliki lahan hijau dan resapan.

"Dengan kata lain, gerakan ini pun merupakan suara warga untuk penyelamatan lahan negara yang berbatasan dengan sungai Cikapundung, lebih baik menjadi hutan kota, khususnya di lahan eks-Palaguna yang berada di kawasan bersejarah dan cagar budaya alun-alun Kota Bandung, " katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Saeno
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper