Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PT Hai Yin Pangkas Tenor Pelunasan dalam Revisi Proposal Damai

Perusahaan di bidang pelayaran PT Hai Yin memangkas tenor pelunasan utang kepada para kreditur, dari sembilan tahun menjadi delapan tahun.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan di bidang pelayaran PT Hai Yin memangkas tenor pelunasan utang kepada para kreditur, dari sembilan tahun menjadi delapan tahun. Pemangkasan jadwal pembayaran utang itu tertuang dalam proposal perdamaian yang telah direvisi.

Pengurus restrukturisasi utang PT Hai Yin‎ ‎Sutanto mengatakan revisi rencana perdamaian tersebut merupakan langkah debitur untuk mengakomodasi kemauan para kreditur. Pasalnya, dalam rapat sebulumnya, kreditur masih banyak yang belum setuju dengan proposal perdamaian. Kreditur meminta jangka waktu pembayaran dipersingkat.

"Perubahan dalam revisi proposal perdamaian ini terletak pada schedule pembayaran yang dipersingkat dan jumlah pembayaran kewajiban yang ditambah,” katanya seusai rapat kreditur, Rabu (18/1/2017).

Semula, total kewajiban pembayaran debitur kepada kreditur sebesar Rp24 miliar. Dalam proposal perdamaian yang baru, debitur menambahnya menjadi Rp26 miliar. Sementara itu, skema proses restrukturisasi utang dalam revisi rencana perdamaian diakuinya tidak banyak berubah.

Dia menambahkan revisi tersebut telah dibagi kepada seluruh kreditur. Adpaun para kreditur akan melakukan voting atau pemungutan suara terhadap revisi proposal perdamaian pada 23 Januari 2017.

Pihaknya menuturkan hingga saat ini terdapat total 10 kreditur yang mendaftarkan tagihannya. Jumlah tersebut belum bertambah sejak rapat kreditur pertama pada akhir tahun lalu. Dari 10 kreditur tersebut, lanjut dia, tidak ada satupun yang memegang jaminan hak kebendaan atau seluruhnya bersifat konkuren.

Sutanto juga mendesak debitur untuk menyerahkan laporan keuangan serta sejumlah dokumen perusahaan yang belum diserahkan kepada tim pengurus. Dokumen-dokumen tersebut dibutuhkan dalam proses PKPU.

Sutanto berpendapat dokumen tersebut sangat diperlukan untuk bisa menilai prospek sebuah perusahaan. Dokumen itu bisa dijadikan ukuran implementasi terhadap rencana perdaiamaian yang diajukan debitur.

Hakim Pengawas Agustinus meminta debitur bersifat kooperatif selama proses PKPU. Pasalnya, kreditur mengajukan beberapa permintaan terkait keterangan pembayaran sesuai tenor yang dipersingkat. Kreditur juga mempertanyakan proses pengerjaan proyek sudah sampai tahap mana.

“Prinsipal sebaiknya bisa menerangkan ke kreditur melalui presentasi untuk mematangkan proposal perdamaian. Ini bisa digelar Kamis atau Jumat besok,” ujarnya dalam rapat kreditur.

Menanggapi, kuasa hukum debitur Yohannes menegaskan pihaknya berniat menyelesaikan kewajiban kepada para kreditur. Dia berjanji tidak akan mengelak dari tanggung jawab. Dia akan memastikan akan memaksimalkan proses perdamaian ini.

“Kami tidak memiliki aset tapi ada beberapa proyek yang kami ajukan dalam proposal. Proyek itu sedang dalam tahap pengerjaan. Ini akan kami jelaskan lebih lanjut kepada kreditur,” tuturnya setelah sidang.

Adapun proyek yang dimaksud berlokasi di Medan dan Cilegon. Debitur juga berjanji akan menjalin kerja sama dengan beberapa pihak agar dapat memenuhi keinginan kreditur.

Sebelumnya, debitur mengusulkan adanya penambahan pada tim pengurus. Menurutnya, terdapat beberapa kepentingan debitur yang tidak diakomodasi.‎ Namun, permintaan itu belum bisa dipenuhi oleh majelis pengawas lantaran dapat menimbulkan konflik internal.
 ‎
Perkara yang terdaftar dengan No. 119/Pdt.Sus-PKPU/2016/PN.Niaga.Jkt.pst‎ ini bermula dari permohonan restrukturisasi utang yang diajukan PT Pelayanan Pelangi Sindumulia (PPS) pada 17 Oktober 2016.

Hai Yin dinilai telah terbukti mempunyai utang yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih terhadap PPS senilai US$5,93 juta. Adapun, utang tersebut berasal dari perjanjian sewa kapal yang belum dilunasi dan sudah jatuh waktu sejak 2013.

Majelis hakim memutuskan untuk mengabulkan permohonan tersebut dan menyatakan Hai Yin dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sementara selama 44 hari ‎sejak 11 November 2016. Sutanto ditunjuk sebagai tim pengurus dan Agustinus S. Wahyu sebagai hakim pengawas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper