Kabar24.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) membantah jika penanganan perkara pengujian undang-undang (PUU) atau judicial review lambat.
Ketua MK Arief Hidayat mengatakan anggapan dari sejumlah pengamat tersebut muncul karena adanya perbedaan parameter yang diterapkan.
"Parameter yang digunakan berbeda, karena kami mulai menangani perkara PUU pada bulan Juni," kata Arief di Jakarta, Kamis (29/12/2016).
Menurutnya, dalam kurun satu tahun, lima bulan pertama yakni bulan Januari hingga Mei digunakan untuk menyelesaikan sengketa Pilkada.
"Sehingga praktis, kami menangani perkara PUU-nya cuma tujuh bulan, bukan dua belas bulan seperti yang menjadi paramerter pengamat," imbuhnya.
Adapun berdasarkan data dari MK, dalam kurun waktu Juni hingga Desember 2016 mereka telah meregistrasi sekitar 174 perkara yang terdiri dari 111 perkara pengujian undang-undang dan sisa tahun sebelumnya sebanyak 63 perkara .
Selain perkara judicial review, MK juga menangapi proes penbyelesaian perkara persilisihan hasil pemlihan kepala daerah sebanyak 152 perkara. "Karena itu jika dijumlahkan, sebenarnya kinerja kami tidaklah seburuk yang dikatakan oleh para pengamat," jelasnya.
Seperti diketahui sebelumnya, Veri Juaidi peneliti dari Lembaga Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) menganggap kinerja MK tahun ini menurun dibanding tahun sebelumnya. Salalah satu parameternya adalah proses penyelesaian perkara yang cenderung lama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel