Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nuklir Iran: PM Israel Akan Temui Donald Trump

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada Minggu (Senin WIB), dia akan berbicara dengan Donald Trump terkait kesepakatan nuklir Barat yang buruk dengan Iran, setelah presiden terpilih Amerika Serikat itu mulai menjabat.
PM Israel Benjamin Netanyahu/Reuters
PM Israel Benjamin Netanyahu/Reuters

Kabar24.com, YERUSALEM/WASHINGTON - Israel berencana menemui presiden AS terpilih untuk membicarakan ihwal kesepakatan nuklir Iran.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada Minggu (Senin WIB), dia akan berbicara dengan Donald Trump terkait kesepakatan nuklir Barat yang "buruk" dengan Iran, setelah presiden terpilih Amerika Serikat itu mulai menjabat.

Berbicara secara terpisah di sebuah konferensi di Washington, Netanyahu dan Menteri Luar Negeri AS John Kerry berselisih atas kesepakatan Iran dan pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat, yang Kerry sebut sebagai penghalang perdamaian.

Pada saat kampanye pemilihan umum AS, Trump, seorang calon dari Partai Republik, menyebut pakta nuklir tahun lalu sebagai sebuah "bencana" dan "kesepakatan terburuk yang pernah dinegosiasikan". Dia juga mengatakan bahwa itu akan usulit untuk membalikkan sebuah kesepakatan yang tercantum dalam resolusi PBB.

"Israel berkomitmen untuk mencegah Iran mendapatkan senjata nuklir. Itu belum berubah dan tidak akan berubah. Sejauh presiden terpilih Trump, saya menantikan diskusi dengannya terkait apa yang akan dilakukan terkait kesepakatan buruk ini," ujar Netanyahu dalam Forum Saban, sebuah konferensi terkait Timur Tengah di Washington melalui siaran dari Yerusalem.

Trump akan mulai menjabat pada 20 Januari mendatang.

Netanyahu mengeritik kesepakatan nuklir itu, yang merupakan sebuah warisan dari kepresidenan Barack Obama. Namun dia menahan diri untuk tidah menyinggung pakta itu dalam beberapa bulan terakhir saat para negosiator Israel dan AS meresmikan sebuah bantuan militer sebesar 38 miliar dolar AS selama sepuluh tahun untuk Israel.

Sebelum adanya kesepakatan nuklir itu, Netanyahu mempertegang hubungan dengan gedung Putih saat menyinggung Kongres AS pada 2015 dan memperingatkan untuk menolak pakta itu.

Pemerintahan Obama menyebut kesepakatan itu sebagai sebuah jalan untuk menahan kegiatan pengembangan senjata atom Teheran. Sebagai gantinya, Obama sepakat untuk mencabut sebagian besar sanksi terhadap Iran. Teheran menyangkal ingin mengembangkan senjata nuklir.

Di bawah kesepakatan itu, Iran berkomitmen untuk mengurangi jumlah mesinnya sebesar duapertiga, membatasi tingkat pengayaan uraniumnya di bawah tingkat yang diperlukan untuk membuat material bom, mengurangi simpanan uranium dari sekitar 10.000 kilogram menjadi 300 kilogram selama 15 tahun, dan mengikuti inspeksi internasional untuk memverifikasi kepatuhannya.

"Masalahnya adalah bukan tentang Iran akan merusak kesepakatan, namun Iran akan menjaganya karena mereka dapat melakukannya dalam satu dasawarsa, bahkan kurang, terkait pengayaan uranium untuk membuat inti senjata nuklir," kara Netanyahu dalam forum itu.

"Tidak, tidak, tidak dan tidak". muncul secara langsung, Kerry yang mempertahankan kesepakatan itu, berpendapat bahwa pihak pengawas mereka memiliki kemampuan untuk melacak segala peningkatan signifikan dalam program nuklir Iran, "pada saat semua pilihan yang kita miliki saat ini ada pada saat itu".

Kerry mendorong Israel untuk mengekang pembangunan permukiman Yahudi di lahan Tepi Barat yang mereka duduki saat perang 1967 yang memperebutkan wilayah yang ingin dijadikan sebagai negara oleh Palestina. Dia juga menolak gagasan yang disuarakan sejumlah pihak Israel bahwa Israel kemungkinan akan membentuk perdamaian terpisah dengan sejumlah negara Arab yang memiliki kekhawatiran yang sama akan Iran.

"Tidak, tidak, tidak dan tidak," ujar Kerry. "Tidak akan ada pembentukan dan perdamaian terpisah dengan dunia Arab tanpa proses Palestina dan perdamaian Palestina".

Terkait permukiman, Kerry mengatakan: "Terdapat sebuah pilihan dasar yang harus dilakukan oleh pihak Israel, dan itu adalah, apakah akan ada permukiman berkelanjutan, atau akan ada pemisahan dan pembentukan dua negara?"

Isu inti yang harus diselesaikan dalam konflik itu termasuk perbatasan antara Israel dengan negara Palestina nantinya, masa depan permukiman Yahudi di Tepi Barat, yang disebut ilegal oleh sebagian besar negara, nasib para pengungsi Palestina dan status Yerusalem.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Saeno
Sumber : Antara/Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper