Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kapolri: Makar Tak Harus Gunakan Senjata

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan upaya makar tidak harus menggunakan senjata, akan tetapi bisa berupa upaya atau permufakatan jahat untuk menduduki gedung DPR secara paksa.
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian saat memberikan keterangan kepada awak media terkait hasil gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan kepada Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (16/11/2016)./Antara-M Agung Rajasa
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian saat memberikan keterangan kepada awak media terkait hasil gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan kepada Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (16/11/2016)./Antara-M Agung Rajasa

Kabar24.com, JAKARTA—Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan upaya makar tidak harus menggunakan senjata, akan tetapi bisa berupa upaya atau permufakatan jahat untuk menduduki gedung DPR secara paksa.

Demikian dikemukakan Tito dalam acara Rapat Kerja dengan Komisi III DPR, Senin (5/12/2016).

Dalam rapat itu Kapolri menjawab pertanyaan sejumlah anggota Komisi III DPR terkait penangkapan 11 aktivis demokrasi termasuk Rahmawati Soekarnoputri dan Sri Bintang Pamungkas menjelang “Aksi Bela islam III” pada 2 Desember lalu. Selain itu ada juga nama Ahmad Dhani yang dituduh menghina Presiden jokowi sebagai simbol negara

Kapolri beralasan bahwa penangkapan itu dilakukan bedasarkan bukti permulaan yang meyakinkan. Hanya saja Tito tidak memerinci seperti apa bukti permulaan tersebut.

“Upaya menduduki DPR secara paksa itu adalah upaya tidak sah dalam permufatakan jahat untuk makar. Jadi tidak harus menggunakan senjata,” ujarnya. Dia menambahkan sebelumnya aktivis itu telah mengadakan sejumlah pertemuan.

Menurutnya, upaya untuk mengajak orang menduduki Gedung DPR merupakan tindakan inkonstitusional sehingga Polri harus bertindak. Kemudian, ujarnya, setelah ada bukti permulaan yang cukup maka berdasarkan bukti permulaan itu pihak Polri melakukan penangkapan untuk selanjutnya dilakukan prose hukum.

Pengamat Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan pihak Polri telah menggunakan hukum di luar hukum yang ada di Indonesia dalam mengusut kasus makar dan penghinaan pada simbol negara.

Menurutnya, tidak ada satupun aturan hukum yang ada di Indonesia bisa diterapkan pada para aktivis-aktivis tersebut. “Kita harus tanya kepada para penyidik mereka menggunakan hukum  dari mana dan hukum apa. Aturan penghinaan terhadap simbol negara maupun makar tidak seperti yang dituduhkan polisi terhadap para aktivisi tersebut,” ujar Margarito.

Menurut  Margarito, tidak ada satupun pasal, ayat, huruf atau kata yang menyebut presiden sebagai lambang negara.

“Makanya kalau mereka yang jelas aparat penegak hukum mengatakan bahwa Jokowi sebagai presiden adalah lambang negara, maka UU dari mana yang mereka gunakan?,” ujarnya. Menuruntya, simbol negara itu adalah bendera, bahasa, lambaga negara dan lagu kebangsasaan. Sementara lambang negara itu Garuda Pancasila,” ujarnya.

Sementara untuk tuduhan makar, Margarito juga heran dengan alasan maupun logika aparat penegak hukum dari kepolisian. Dimana salahnya jelas Margarito orang meminta MPR bersidang untuk kembali merubah UUD bisa disebut makar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fatkhul Maskur

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper