Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kepala Sub-Direktorat Bukti Permulaan Ditjen Pajak Akui Dijanjikan Komisi

Kepala Sub-Direktorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno mengakui dia dijanjikan mendapat komisi 10% dari pengurusan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP).
Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Handang Soekarno (tengah) memakai rompi tahanan, seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/11)./Antara-Hafidz Mubarak A
Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Handang Soekarno (tengah) memakai rompi tahanan, seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/11)./Antara-Hafidz Mubarak A

Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Sub-Direktorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno mengakui dia dijanjikan mendapat komisi 10%  dari pengurusan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP).

"Yang saya tangkap ceritanya tadi Pak Handang mengatakan dia tidak mau membantu hal ini sampai diimingi-imingi kompensasi 10 persen dalam beberapa kali pertemuan. Pak Handang mengatakan lima kali pertemuan dan terjadi satu hotel besar, dia diundang makan malam," kata pengacara Handang, Krisna Murti, di gedung KPK Jakarta, Senin (28/11/2016).

Dalam perkara ini sudah ada dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Country Director EKP Rajesh Rajamohanan Nain sebagai pemberi suap dan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno sebagai penerima suap dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan/pemberian hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Krisna pun membantah pernyataan pengacara Rajamohanan, Tommy Singh, yang mengklaim bahwa kliennya itu diperas Handang.

"Pak Handang mengatakan dia tidak pernah meminta apa pun kepada pengusaha," ungkap Krisna.

Krisna menjelaskan bahwa memang Rajamohanan ingin EKP ikut program Tax Amnesty/TA (pengampunan pajak), namun atasan Handang tidak menyetujui hal itu.

"Dia (Rajamohanan) mau ikut TA. TA itu tidak diperbolehkan pimpinannya. Kenapa tidak diperbolehkan pimpinannya? Menurut Pak Handang melihat dari peraturan yang ada, harusnya dia (EKP) boleh mengikuti TA, tapi kenapa pimpinannya itu bilang tidak boleh? Itulah yang bertentangan dengan SOP," ungkap Krisna.

Handang mengaku bahwa pihak yang tidak boleh mengikuti Pengampunan Pajak adalah perusahaan yang sudah ditemukan bukti permulaan adanya pelanggaran pidana atau perdata.

"Setelah ditelaah dan dilihat ternyata belum sama sekali dilakukan penyelidikan oleh Pak Handang. Belum pernah dilakukan bukti permulaan tapi kenapa ditolak saat ingin TA? Kecuali sudah dilakukan bukti permulaan. Ini belum dilakukan bukti permulaan, tapi sudah tidak boleh oleh pimpinanya," jelas Krisna.

Akhirnya Handang pun membantu PT EKP.

"Pak Handang kapasitasnya sebagai bawahan, prajuritlah untuk membantu masalah ini, dia membantu. Pak Handang mengatakan mohon Pak Mohan datang ke kantor karena menurut Pak Handang sudah beres sudah tidak dapat dibuktikan perbuatan pidana dan sudah keluar penetapan dari pajak. Lalu Mohan mengatakan 'Apa yang saya janjikan ke Pak Handang, saya akan berikan, tapi dia (Mohan) sedang sakit, Pak Handang diminta datang ke sana," tambah Krisna.

Krisna juga membantah bahwa Handang pernah meminta jumlah tertentu kepada Rajamohanan.

"Berapa pun jumlahnya Pak Handang tidak pernah menyebutkan, karena awalnya sudah 'clear' yaitu dari 10 persen yang Pak Mohan janjikan," ungkap Krisna.

Komisi itu adalah terkait pengurusan Surat Tagihan Pajak yang menurut Krisna keliru.

"Kewajiban (pembayaran pajak EKP) sebesar Rp78 miliar itu harusnya tidak ada menurut Pak Handang. Prosedur pemeriksaannya itu yang salah. Kenapa sampai muncul Rp78 miliar ini? Padahal, misalkan, dia ekpor-impor pertanian, ini kan harusnya tidak ada. Itulah yang membuat Mohan keberatan. Padahal kalau sesuai prosedur harusnya nol, makanya Pak Handang membantu," tambah Krisna.

Rajesh dan Handang diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Senin (21/11) sekitar pukul 20.00 WIB di rumah Rajesh di Springhill Residences, Kemayoran, saat terjadi penyerahan uang dari Rajesh kepada Handan sebesar 148.500 dolar AS atau setara Rp1,9 miliar.

Uang Rp1,9 miliar itu merupakan komitmen total Rp6 miliar. Uang itu diberikan oleh Country Director EKP Rajesh Rajamohanan Nain agar Handan mencabut Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang ekspor dan bunga tagihan pada tahun 2014-2015 senilai Rp78 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : ANTARA

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper