Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tim Transisi Trump Mulai Siapkan Skema Sektor Ekonomi

Presiden terpilih AS Donald Trump bersama tim transisinya mulai menyiapkan sejumlah skema dan kebijakan di sektor ekonomi, untuk menyambut masa kepemimpinannya pada 2017.
Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump berbicara di hadapan pendukungnya, di Manhattan, New York, Rabu (9/11)./REUTERS-Carlo Allegri
Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump berbicara di hadapan pendukungnya, di Manhattan, New York, Rabu (9/11)./REUTERS-Carlo Allegri

Bisnis.com, NEW YORK—Presiden terpilih AS Donald Trump bersama tim transisinya mulai menyiapkan sejumlah skema dan kebijakan di sektor ekonomi, untuk menyambut masa kepemimpinannya pada 2017.

Salah satu kebijakannya tersebut adalah menghapuskan undang-undang Dodd-Frank, karena dianggap membuat bank-bank di Wall Street memiliki peluang memberikan ancaman yang besar bagi perekonomian AS.

Dalam keterangan resmi yang dirilis di situs resmi tim transisi Trump, krisis keuangan 2008 telah membuat bank-bank di AS menjadi semakin besar. Di sisi lain, lembaga keuangan masyarakat justru semakin tergerus.

“Situasi ini membuat tim transisi Trump merasa perlu untuk mencabut UU Dodd-Frank dan menggantinya dengan kebijakan dan aturan baru demi mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja AS,” tulis Tim Transisi Trump dalam keterangan resminya, Jumat (11/11/2016).

Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari kampanye Trump, yang menuding bisnis perusahaan keuangan raksasa AS telah menyerap pajak penduduknya dengan percuma. Dia menyebutkan bahwa bank-bank di AS terlalu besar untuk gagal.

Rencana Trump ini pun mendapat dukungan dari Elizabeth Warren yang merupakan senator dari Parta Demokrat. Selain itu dia juga sepakat dengan Trump yang berpendapat Wall Street harus dibersihkan dari kepentingan politik, dan membuat aturan Glass-Steagall Act aktif kembali.

"Ketika Trump ingin mengambil isu-isu tersebut, dan ketika tujuannya adalah untuk meningkatkan keamanan ekonomi dari keluarga kelas menengah, maka saya akan mengesampingkan perbedaan kami dan akan ikut serta bekerja dengannya," katanya.

Selain itu, salah satu anggota tim transisi Trump yang enggan disebut namanya mengatakan, tim peralihan presiden yang dibentuk Trump telah menawarkan posisi menteri keuangan kepada CEO JPMorgan Chase & Co Jamie Dimon.

Namun, jurus bicara JPMorgan Andrew Gray memilih untuk bungkam. Sebelumnya, Dimon sempat menyatakan bahwa dia tidak tertarik untuk menjabat sebagai menteri keuangan AS. Hal itu diungkapkannya setelah isu tentang tim sukses Trump yang ingin mencalonkan Dimon sebagai anggota kabinet pada September lalu. 

Terpisah, terpilihnyaTrump sebagai Presiden AS, kembali memberikan efek negatif kepada pasar global. Kali ini pasar emerging market menjadi yang paling terpengaruh oleh sentimen tersebut.

Negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Brazil dan Meksiko menjadi yang cukup terpengaruh. Nilai tukar rupiah pada Jumat (11/11/2016) sempat melemah ke posisi Rp13.873 per dolar AS atau menjadi titik terlemahnya sejak Januari 2016.

Senada, ringgit Malaysia pun turun lebih dari 5% terhadap greenback yang diikuti oleh Meksiko sebesar 3,5% dan Brazil 4,9% pada hari yang sama.

Hal itu tak lepas dari ketidakpastian yang diperkirakan akan timbul pascaterpilihnya Trump. Keraguan muncul karena pasar pesimis belanja pemerintah AS akan mampu ditutup dari sisi penerimaan di masa kepemimpinan Trump.

Pasalnya, Raja Properti tersebut telah menjanjikan untuk memangkas pajak individu dan korporasi di masa kepemimpinannya. Inflasi diperkirakan akan melonjak lebih cepat dan lebih tinggi dari perkiraan. Kondisi tersebut berpotensi semakin parah apabila The Fed memilih untuk segera menaikkan suku bunga acuannya pada Desember.

Kepanikan yang terjadi di pasar membuat para investor menarik dananya dari negara berkembang. Kondisi serupa pun terjadi pada obligasi pemerintah AS. Akibatnya, imbal hasil obligasi pemerintah tercatat naik pada posisi tertingginya sejak Januari.

Analis Citi mencatat para pelaku pasar memilih menahan pendistribusian dananya. Hal itu tak lepas dari ketidakpastian atas rencana kebijakan Trump di masa depan, terutama di sisi proteksi pada aktivitas perdagangan AS. 

“Ketidakpastian akibat Trump membuat para investor ketakutan untuk mendistribusikan dananya,” tulis Citi, Jumat (11/11).

Selain itu, negara-negara seperti Hong Kong dan Singapura diperkirakan juga akan mendapat pukulan pada perekonomiannya, apabila proteksi perdagangan dilaksanakan oleh Trump. Selain karena nilai perdagangan kedua negara tersebut terhadap AS di menjadi yang terbesar.

Singapura dan Hong Kong juga menggunakan dolar AS sebagai acuan dalam membuat sejumlah kebijakan moneter utama.(Yustinus Andri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Reuters/Bloomberg/
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper