Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PT Bina Karya Manunggal Tidak Akui Tagihan Konkuren BNI

PT Bhineka Karya Manunggal menyatakan tidak mengakui tagihan konkuren PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dalam tawaran proposal perdamaian.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - PT Bhineka Karya Manunggal menyatakan tidak mengakui tagihan konkuren PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dalam tawaran proposal perdamaian.‎

Dalam proposal perdamaian yang diterima Bisnis, Direktur Utama PT Bhineka Karya Manunggal Budi Haryono menyatakan tagihan konkuren dari bank pelat merah sebanyak Rp70 miliar tersebut tidak diakui.

Padahal, tagihan tersebut sudah tercantum dalam daftar piutang tetap yang ditandatangani oleh pengurus, debitur, dan hakim pengawas.

"Tagihan konkuren tidak kami akui, sementara total utang pokok separatis akan dicicil dalam 72 bulan dari 2017 hingga 2022," tulis Budi dalam proposal yang dikutip, Rabu (19/10/2016).

Dia menerangkan angka utang emiten berkode BBNI dengan sifat separatis sesuai perhitungan direksi mencapai US$33,55 juta dan Rp56,39 miliar‎. Total utang tersebut tanpa mengikutsertakan bunga dan denda karena diklaim telah berhenti.

Utang nominal mata uang Rupiah akan diselesaikan seluruhnya pada 2017. Adapun, utang dengan nominal dolar AS akan dibayar bertahap selama 6 bulan dengan persentase cicilan 12% hingga 24%.

Kreditur konkuren‎ seperti Koperasi Karyawan di Karawang dan Citereup akan diselesaikan dalam waktu 2 tahun dengan pembayaran cicilan selama 6 bulan yang dimulai setahun setelah putusan perdamaian (homologasi).

Sementara itu, tagihan kreditur konkuren atau tanpa jaminan selain koperasi akan dibayarkan sesuai besaran nominalnya. Debitur menetapkan rentang nominal dari di bawah Rp100 juta‎ hingga di atas Rp1 miliar dengan pembayaran paling lama mencapai 60 bulan dan masa jeda (grace period) setahun setelah homologasi.

Terkait dengan proposal tersebut, debitur sudah mempersiapkan sumber pendanaannya. Dalam prospek usahanya, debitur akan menggaet investor untuk mengembangkan fasilitas di Citereup sebagai sarana permukiman dan komersial.

Investor, lanjutnya, akan menyuntikkan dana pengembangan senilai Rp120 miliar kepada debitur. Uang tersebut akan dipergunakan untuk pelunasan utang separatis sebesar Rp56,39 miliar dan cicilan pertama tagihan mata uang dolar AS, berikut tagihan konkuren.

Selain itu, mereka juga akan mengembangkan lahan di Karawang secara bertahap untuk lahan industri. Tanah yang dipersiapkan seluas 14 hektare dengan potensi pendapatan mencapai Rp14 miliar.

Dalam kesempatan yang sama, kuasa hukum BBNI Duma Hutapea menghormati sikap debitur yang menyatakan menolak tagihan konkuren dari kliennya. Namun, debitur diminta untuk mengacu pada daftar piutang tetap yang telah diumumkan secara resmi.

"Tagihan konkuren BNI sudah diakui oleh pengurus dan hakim pengawas, kendati belum ada respons resmi dari prinsipal kami keberatan dengan proposal ini," ‎kata Duma dalam rapat kreditur.

Pihaknya mengapresiasi upaya debitur yang telah mempersingkat jangka waktu pembayaran kepada para krediturnya. Namun, sumber pembiayaan yang disebut melalui investor baru dinilai masih belum jelas‎.

Duma mempertanyakan asal usul investor tersebut beserta operasional usaha dan sumber dana investasinya. Berdasarkan Pasal 285 ayat (2) huruf b Undang-undang No. 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pengadilan wajib menolak homologasi ‎apabila pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin.

Dia juga menanggapi terkait dengan debitur yang berniat untuk mengubah haluan usahanya dari produk tekstil ‎menjadi properti, sesuai rencana pengembangan Citereup. Perlu adanya keseriusan dalam menjalankan rencana tersebut.

"Investornya harus dihadirkan langsung dalam rapat kreditur, kalau diperlukan bisa memberikan penawaran initial payment sebagai bentuk keseriusan kepada kami," ujarnya.

‎Sementara itu, salah satu pengurus restrukturisasi utang debitur Widia Gustiwardini meminta debitur untuk memikirkan kembali respons para kreditur untuk diakomodir dalam proposal perdamaian. Debitur wajib untuk mengakui seluruh tagihan yang tercantum dalam daftar piutang tetap.

"Pekan depan [26 Oktober 2016] kami akan mengadakan rapat untuk membahas revisi proposal perdamaian, ‎semoga sudah ada kejelasan sikap dari debitur," kata Widia seusai rapat kreditur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper