Kabar24.com, JAKARTA - Data kesempatan sekolah bagi para pemuda dari kelompok warga miskin demikian memprihatinkan.
Laporan Pemantauan Pendidikan Global (Global Education Monitoring/GEM) yang diluncurkan oleh UNESCO menyebutkan rata-rata kaum muda miskin di Indonesia mengenyam pendidikan selama 7,5 tahun.
"Ini tugas kita bersama untuk meningkatkan partisipasi pendidikan di Indonesia," ujar Staf Ahli Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ananto K. Seta usai peluncuran Laporan GEM di Jakarta, Selasa (6/9/2016).
Ia menjelaskan bahwa partisipasi Indonesia saat ini untuk tingkat SMP dan SMA baru mencapai 76%.
"Ini tugas kita bersama untuk mengangkat lulusan SMP dan SMK," lanjut dia.
Laporan GEM menyebutkan hanya dua dari 90 negara berpenghasilan rendah yang kaum muda miskinnya memperoleh sedikitnya 12 tahun pendidikan. Dua negara tersebut, yakni Ukrania dan Kazakhstan.
Ia mengatakan bahwa pemerintah sudah mempunyai program-program untuk mengatasi sejumlah persoalan tersebut, seperti wajib belajar 12 tahun dan Kartu Indonesia Pintar (KIP), yang mendorong anak-anak untuk mengenyam pendidikan.
"Untuk infrastruktur, kami terus bangun sekolah garis depan khususnya di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal. Kami juga menyiapkan guru yang mengajar di kawasan itu," paparnya.
Selain itu, teknologi informasi juga menjadi kunci untuk menjembatani kesenjangan pendidikan di perkotaan dan di pedalaman.
"Teknologi informasi bukan tujuan, tetapi menjadi alat untuk pemerataan akses agar bisa tercapai sekolah abad 21," katanya.
Laporan GEM yang bertemakan "Pendidikan bagi Manusia dan Bumi: Menciptakan Masa Depan Berkelanjutan untuk Semua" itu menyoroti pentingnya peningkatan layanan pendidikan untuk mengatasi persoalan yang terjadi saat ini.
Tren yang terjadi saat ini, pendidikan dasar universal dunia hanya dicapai pada tahun 2042, sementara pendidikan menengah dasar (SMP) dicapai pada tahun 2059, dan pendidikan menengah atas (SMA) pada tahun 2084, artinya dunia terlambat setengah abad dari tenggat waktu pencapaian SDG's 2030.
Laporan itu menunjukkan pendidikan perlu menekankan perhatian lebih akan masalah lingkungan. Setengah negara di dunia tidak memiliki kurikulum yang secara eksplisit membahas perubahan iklim. Di negara-negara anggota OECD, hampir 40% siswa berusia 15 tahun memiliki pengetahuan terbatas akan isu lingkungan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel