Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

FULL DAY SCHOOL: Ini Dampak Buruknya Bagi Anak dari Kacamata Psikolog

Wacana pemberlakuan full day school atau sekolah seharian bagi siswa di Indonesia banyak mengundang pro kontra.
Sejumlah murid sekolah menghormat bendera saat upacara peringatan Detik-Detik Proklamasi di Kampung Nayaro, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika, Papua, Senin (17/8/2015). /Antara
Sejumlah murid sekolah menghormat bendera saat upacara peringatan Detik-Detik Proklamasi di Kampung Nayaro, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika, Papua, Senin (17/8/2015). /Antara

Bisnis.com, JAKARTA- Wacana pemberlakuan full day school atau sekolah seharian bagi siswa di Indonesia banyak mengundang pro kontra.

Banyak yang mengatakan sekolah seharian bisa menyebabkan dampak buruk bagi anak. Salah satunya adalah dari Ahli psikologi anak, Vera Hadiwidjojo.

Dia menyarankan pemerintah tak perlu menjalankan program kurikuler sebagai istilah terbaru pengganti full day school, salah satunya karena mengurangi keleluasaan anak melakukan hal yang ia suka.

Salah satu bentuk keleluasaan memilih yang berkurang ialah bermain. Menurut dia, sekalipun anak bisa bermain di sela waktu sekolah, namun sekolah tetaplah tempat terstruktur yang membatasi keleluasaan anak, berbeda dengan di rumah.  

"Dalam bermain ada unsur kebebasan memilih, keleluasaan anak untuk melakukan apa yang ia suka. Apakah ini akan terpenuhi ketika anak sekolah full day? Sekolah tetaplah tempat terstruktur yang memiliki aturan atau batasan yang membuat anak tidak seleluasa di rumah dalam bermain," ujar dia seperti dikutip Antara.

Selain itu, ilmu pengetahuan soal kehidupan dan hal lainnya tak melulu didapatkan dari sekolah. Ilmu dari sekolah bukan satu-satunya penentu anak kelak menjadi kompeten, mandiri, dan adaptif terhadap perkembangan zaman.  

"Belajar tidak hanya akademis. Anak belajar tidak hanya di sekolah tapi juga di lingkungan lainnya. Anak belajar kehidupan tidak hanya di sekolah. Sekolah merupakan salah satu bagian dalam kehidupan anak, jadi perlu ada tempat juga untuk lingkungan lainnya seperti lingkungan sekitar rumah," kata dia.

Belum lagi bila anak memiliki masalah di sekolah, misalnya sulit bergaul dengan teman-temannya. Vera mengatakan, pada kasus seperti itu orangtua dan pihak sekolah perlu terlebih dulu mengembangkan keterampilan sosialisasinya.

Selain itu, ketimbang memberdayakan peran orangtua, program kurikuler justru mengambil peran orangtua dalam kehidupan anak.

"Program ini tidak membantu orangtua secara disadari maupun tak disadari, karena ini mengambil alih peran orangtua bukan memberdayakan peran mereka dalam kehidupan anak," tutur dia.

Wacana perpanjangan jam belajar anak di sekolah yang kemudian diubah istilahnya menjadi program kurikuler, belum lama ini mencuat dari pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy. 

 

Dia menegaskan wacana ini tak berarti siswa harus belajar sehari penuh. Siswa menjalani pembelajaran formal sampai setengah hari dan selanjutnya dapat diisi kegiatan ekstrakulikuler.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper