Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Komisi II DPR Minta KPU Bahas Kembali PKPU

Komisi II DPR meminta KPU untuk merevisi sejumlah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yakni PKPU nomor 4 tahun 2016 perihal tahapan, program serta pelaksanaan Pilkada 2017, PKPU nomor 5 tahun 2016 tentang pemutakhiran data serta PKPU nomor 6 tahun 2016 tentang daerah otonomi khusus.

Bisnis.com, JAKARTA— Komisi II DPR meminta KPU untuk merevisi sejumlah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yakni PKPU nomor 4 tahun 2016 perihal tahapan, program serta pelaksanaan Pilkada 2017, PKPU nomor 5 tahun 2016 tentang pemutakhiran data serta PKPU nomor 6 tahun 2016 tentang daerah otonomi khusus.  

Ketiga PKPU yang merupakan turunan dari undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada sebelumnya telah diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanpa melalui persetujuan dari komisi II DPR.

Oleh karena itu, DPR mempertanyakan langkah KPU yang dianggap terburu-buru dalam menerbitkan PKPU. Mengacu pada undang-undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) dinyatakan bahwa KPU wajib konsultasi dengan DPR RI sebelum menerbitkan sebuah peraturan.

"Dalam UU MD3 dan UU Pilkada, KPU dan Bawaslu wajib konsultasi dalam bentuk rapat dengar pendapat (RDP). Kita reses 28 Juni, tanggal 27 sore baru suratnya diterima Komisi II," kata Ketua Komisi II Rambe Kamarulzaman, Selasa (9/8).

Politisi partai Nasdem Muchtar Lutfy menganggap langkah KPU tersebut telah melanggar Norma. "KPU sudah buat aturan tanpa konsultasi. Ini yang perlu dikritisi. Jelas ini karena perintah UU mengatakan bahwa PKPU dibuat setelah berkonsultasi dengan DPR," ujar Lutfhi.

Menanggapi tudingan DPR, komisioner KPU Ida Budiarti mengungkapkan PKPU tersebut harus segera diterbitkan mengingat waktu pelaksanaan tahapan Pilkada yang segera akan dimulai, sehingga KPU masih memiliki waktu untuk melakukan sosialisasi PKPU tersebut ke sejumlah daerah.

Usai menanggapi, Ida segera menjelaskan perihal  PKPU yang telah diterbitkan. Mulai dari PKPU terkait tahapan, program, dan jadwal pilkada.

"Tidak lagi diatur administrasi pemilih 7 hari setelah DPT ditetapkan. Kalau 7 hari masih ada daftar pemilih yang tidak ditetapkan masih bisa masuk ke daftar pemilih tambahan satu," jelas Ida.

Dalam PKPU ini, KPU menyesuaikan ketentuan Pasal 4I UU Pilkada tentang basis dukungan bakal calon perseorangan. Basis pendukung perseorangan adalah penduduk yang telah memenuhi syarat pemilih di DPT terakhir yang semuanya berbasis pada data terakhir.

"Ketiga verifikasi administrasi pemenuhan syarat balon independen dilakukan oleh KPU provinsi atau Kab/Kota. Kalau dulu dilaukan PPS. Dalam pasal ini, yang semula oleh PPS sekarang dilaukan KPU Prov atau Kab/Kota," tuturnya.

Kemudian PKPU soal pencalonan perseorangan yang disebut Ida memperhatikan beban tugas KPU kabupaten atau kota dalam melaukan verifikasi administrasi. Distribusi verifikasi dari desa yang awalnya dilakukan di PPS sekarang ditarik ke tingkat kabupaten atau kota.

"Beban lebih besar karena sifatnya sentralistik. Kami usulkan tambahan waktu verifikasi, semula hanya 10 hari kami tambah jadi 14 hari. Seperti sekarang sedang berlangsung di Aceh, Banten, Gorontalu. KPU sedang lakukan verifikasi," sebut Ida.

Penambahan waktu verifikasi berdampak pada jadwal pendaftaran pasangan calon dari yang semula tanggal 19-21 September, menjadi 21-23 September 2016. Maka menurut KPU, konsekuensinya adalah pada jadwal penetapan pasangan calon dari yang awalnya 22 Oktober menjadi 24 Oktober.

"Terakhir terkait penyelesaian sengketa pemilihan. Waktunya berubah yang semula proses di PTUN diatur selama 20 hari, sekarang jadi 15 hari kerja. Pengajuan permohonan kasasi semula diatur 7 hari kerja, sesuai UU No 10 diatur jadi 5 hari kerja. Di tingkat Kasasi MA, semula 30 menjadi 20 hari," tutup Ida.

Oleh sebab itu, politisi PDI Perjuangan Arteria Dahlan meminta agar KPU memundurkan waktu tahapan dan pelaksanaan Pilkada dengan alasan agar KPU bisa kembali membahas PKPU tersebut bersama dengan Komisi II sehingga kedepan PKPU tersebut tidak akan rawan digugat.

Namun demikian, komisioner KPU Hadar Nafis Gumay memandang, jika tahapan dan pelaksanaan Pilkada diundur maka konsekuensinya adalah pembengkakan anggaran Pilkada.

“Semua tanggal-tanggal itu sudah berjalan selama ini. Kalau ini kami diminta untuk merubah tanpa ada substansi yang membuat harus merubah, itu ada biaya-biaya lagi untuk merubah, mengumumkan, materi yang harus diprint, itu biaya lagi,” ujar Hadar.

Hadar juga mengungkapkan komisi II harus tegas menunjukkan aturan mana yang dianggap melanggar undang-undang. “Kalau verifikasi dukungan melanggar undang-undang tunjukkan , akan kami rubah,” ujarnya.

Lebih lanjut, DPR juga harus siap menerima konsekuensi dari usulan mundur tersebut. “Siap-siap aja akan mundur dari Februari (rekapitulasi penghitungan suara),” tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper