Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UU Tax Amnesty : Ini 6 Pasal Krusial versi PKS

Dalam Sidang Paripurna Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak menyetujui RUU Tax Amnesty karena masih ada sejumlah pasal yang dianggap bermasalah.
Tax Amnesty. /Bisnis.com
Tax Amnesty. /Bisnis.com

Kabar24.com, JAKARTA--  Dalam Sidang Paripurna Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak menyetujui RUU Tax Amnesty karena masih ada sejumlah pasal yang  dianggap bermasalah.

Wakil Ketua Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam menegaskan sikap Fraksinya keberatan untuk menerima dan menyetujui RUU Tax Amnesty jika masih ada pasal-pasal bermasalah tersebut.

“Kami sangat keberatan untuk menerima dan menyetujui RUU dalam sidang paripurna ini,  karena masih ada beberapa pasal yang bermasalah. Kami meminta sikap kami dihargai dan diakomodasi, mohon dipertimbangkan agar diputuskan secara voting terbuka,” ujar Ecky di Kompleks Parlemen, Selasa (28/6/2016).

Beberapa pasal yang dianggap bermasalah yaitu  pertama, pasal 3 ayat 5 tentang obyek pengampunan pajak.

PKS meminta obyek pengampunan pajak cukup pada pajak penghasilan saja (PPh pasal 21), tidak perlu sampai pada PPN dan PPn BM.

Praktik yang lazim dalam Pengampunan Pajak hanya mengampuni pajak penghasilan saja.

Pasalnya, hal tersebut telah sesuai dengan konsep Pengampunan Pajak yang berbasis differensial asset, atau akumulasi penghasilan yang selama ini tidak dipajaki.

Perluasan objek pajak kepada PPN dan PPn BM akan berdampak buruk pada penerimaan Negara secara keseluruhan.

“Fraksi PKS juga mengusulkan bahwa pokoknya tidak diampuni, yang diampuni hanya sanksi administrasi dan pidana perpajakannya saja.

Kedua, terkait fasilitas dan tarif tebusan. Dalam pasal 4, pemerintah mengobral tarif yang sangat rendah (sebesar 1-6 persen) untuk para pemodal besar.

“Ini sangat tidak adil jika dibandingkan dengan tarif PPh yang sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yaitu sebesar maksimal 30 persen, ditambah sanksi administrasi 48 persen dari pokok, dan sanksi pidananya,” tutur Ecky.

Dengan diobralnya tarif tebusan, PKS memandang negara kehilangan potensi pemasukan yang sangat besar sekaligus mencederai rasa keadilan bagi mayoritas masyarakat yang patuh membayar pajak.

“Fraksi PKS memperjuangkan agar tarif yang dikenakan sesuai dengan ketentuan perpajakan, atau sebesar 30 persen,” ujarnya.

Demi mencegah kehilangan potensi pendapatan negara yang besar dan menegakan asas keadilan, fasilitas Pengampunan Pajak harus dibatasi kepada penghapusan sanksi administrasi dan sanksi pidananya saja.

Peserta pengampunan pajak tetap membayar pokok pajak sesuai ketentuan PPh, sementara untuk dana repatriasi bisa diberikan diskon sedikit lebih rendah dari itu.

Ketiga, mengenai  deklarasi kekayaan yang diatur dalam pasal 20 UU Pengampunan Pajak.

Pasal tersebut mengatur bahwa data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan dan penuntutan pidana.

Menurutnya, pasal tersebut rawan untuk disalahgunakan, dan memberikan ruang bagi pidana lain, seperti korupsi, narkoba, terorisme, human trafficiking dan pencucian uang untuk bersembunyi.

“Melalui pasal ini, bisa saja pelaku pencucian uang atau korupsi, turut melaporkan harta hasil kejahatan mereka untuk mendapatkan Pengampunan Pajak. Apabila mengikuti aturan pada pasal 20 tersebut, jika nantinya ditemukan bukti bahwa dana tersebut merupakan hasil kejahatan non-perpajakan, maka dana tersebut tidak bisa dijadikan alat penuntutan pidana,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper