Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nelayan Kedonganan Desak Realisasi Break Water dan Karet Bantalan Dermaga

Nelayan Kedonganan, Bali mendesak pemda Badung segera merealisasikan pembangunan satu unit pemecah gelombang dan bantalan karet di Dermaga Watu Nunggul untuk mengurangi beban mereka.
Pedagang ikan di pasar Kedonganan/Bisnis-Feri Kristianto
Pedagang ikan di pasar Kedonganan/Bisnis-Feri Kristianto
Bisnis.com, DENPASAR--Nelayan Kedonganan, Bali mendesak pemda Badung segera merealisasikan pembangunan satu unit pemecah gelombang dan ‎bantalan karet di Dermaga Watu Nunggul untuk mengurangi beban mereka.
 
Menurut Ketua Kelompok Nelayan Kertha Bali I Ketut Suardinata, tambahan‎ pemecah gelombang dan penyediaan bantalan karet di dermaga akan dapat mengurangi beban biaya operasional sebesar 50%.
 
Adapun biaya operasional saat ini, untuk nelayan yang menggunakan jukung minimal Rp500.000 sekali melaut, sedangkan nelayan besar minimal Rp1 juta‎.
 
"Beban nelayan akan jauh berkurang, menghemat sekaligus menambah pendapatan kami malahan karena ongkos untuk buruh angkut es balok dan angkut hasil tangkaan cukup lumayan," ujarnya, Senin (2/5/2016).
 
Saat ini, sebenarnya sudah ada pemecah gelombang sebanyak 2 unit di Dermaga Watu Nunggul. Namun, jumlah itu belum cukup melindungi kapal-kapal nelayan dari gelombang besar ketika musim gelombang tiba. Selain itu, dermaga yang diresmikan pada awal 2014 tersebut belum dilengkapi bantalan karet sehingga nelayan tidak berani bersandar di dermaga dan memilih ke pantai.
 
‎Akibat kondisi tersebut, untuk saat ini nelayan tetap harus mengeluarkan biaya tambahan seperti kuli angkut es balok dan ikan hasil tangkapan. Suardinata menuturkan pada musim tangkapan seperti sekarang, mereka tidak dapat maksimal mendapatkan keuntungan karena banyaknya biaya operasional.
 
Kondisi itu masih diperparah terbatasnya pasokan bahan bakar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Nelayan (SPDN), yakni 60 ton solar, dan 30 ton bensin per bulan. Padahal, kebutuhan bahan bakar ketika musim tangkapan seperti sekarang melebihi pasokan tersebut.
 
"Solusinya terpaksa beli ke industri, tidak ada pilihan lain. Kami sudah menyampaikan persoalan ini berkali-kali tetapi belum ada tindak lanjut," ujarn

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper