Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penangkapan Buronan Century: KPK Tunggu Langkah Kejaksaan

Kabar penangkapan Hartawan Aluwi buronan kasus bailout Bank Century oleh Badan Intelijen Negara (BIN) di Singapura mendapat tanggapan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Kabar24.com, JAKARTA -Kabar penangkapan Hartawan Aluwi buronan kasus bailout Bank Century oleh Badan Intelijen Negara (BIN) di Singapura mendapat tanggapan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Komisioner KPK Saut Situmorang berharap, penangkapan tersebut dapat membantu lembaga antikorupsi itu dalam membedah kasus mega skandal korupsi tersebut.
 
"Mudah-mudahan, kalau ada bukti-bukti baru, dapat membantu membedah kasus ini," ujar Saut kepada Bisnis, Jumat (22/4/2016).
 
Dia menjelaskan, KPK siap memeriksa buronan yang diduga menjadi merugikan negara senilai Rp3,11 triliun tersebut. Namun demikian, pihaknya menunggu pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai eksekutor.
 
"Sampai nanti kami ada jalan, kami akan dalami lagi," imbuh dia.
 
Hartawan Aluwi memimpin PT Antaboga Deltasekuritas. Rekening perusahaan Hartawan beberapa kali digunakan Robert Tanrukar untuk menampung uang setoran uang yang dikirim Robert Tantular. Robert saat ini sudah dijebloskan ke penjara.
 
Kasus Century sendiri bermula dari penetapan Bank Century menjadi bank gagal yang dianggap akan mengakibatkan dampak sistemik. Pada tanggal16 November 2006, Menteri Keuangan pada waktu itu Sri Mulyani Indrawati yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menggelar rapat dengan BI yang diwakili Boediono, Miranda Swaray Goeltom, dan Muliaman D Hadad.
 
Rapat itu mempertimbangkan untuk melakukan penyelamatan terhadap Bank Century dengan cara memberikan dana talangan kepada bank tersebut. Pada tanggal24 November 2008hingga 24 Juli 2009 Bank Indonesia mengucurkan dana dengan total Rp6,76 triliun.
 
Belakangan pemberian bailout tersebut merugikan keuangan negara dalam pemberian fasilitas dana pendek. Namun demikian angka kerugian tersebut berbeda dengan hasil audit BPK yang dikeluarkan pada tahun 2013. Dalam audit BPK tersebut kerugian negara mencapai Rp7,4 triliun.
 
Budi Mulya sendiri sudah divonis oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Budi dianggap melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi No 20/2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Dia dianggap menyalahgunakan wewenang dalam jabatannya secara bersama-sama dalam kasus tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper