Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PIDANA PERKEBUNAN: MA Menangkan Masyarakat Adat Silat Hulu Ketapang

Mahkamah Agung (MA) memenangkan perlawanan masyarakat adat Dayak di Kampung Silat Hulu, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat terhadap pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit milik perusahaan di provinsi tersebut yang dilakukan sejak 2009
Masyarakat Adat Kampung Silat Hulu, Kabupateng Ketapang, Kalbar, menang di Mahkamah Agung./JIBI
Masyarakat Adat Kampung Silat Hulu, Kabupateng Ketapang, Kalbar, menang di Mahkamah Agung./JIBI

Bisnis.com, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) memenangkan perlawanan masyarakat adat Dayak  di Kampung Silat Hulu, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat terhadap pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit milik perusahaan di provinsi tersebut yang dilakukan sejak 2009.

Hal itu tertuang dalam salinan putusan Peninjauan Kembali (PK) terkait dengan  kasus yang menjerat warga Suku Adat Dayak,  Japin dan Vitalis Andi melalui UU No.21/2004 tentang Perkebunan.

Pada September 2009,  keduanya bersama-sama dengan sekitar 30 warga Kampung Silat Hulu, Desa Bantan Sari, Kecamatau Marau, Kabupaten Ketapang, menghentikan dua unit buldoser yang akan membuka lahan untuk perkebunan sawit PT Bangun Nusa Mandiri (BNM), milik Golden Agri-Resources (GAR) Ltd,  Grup Sinar Mas.

Perbuatan keduanya akhirnya mengakibatkan kegiatan pembangunan perkebunan kelapa sawit PT BNM terganggu selama beberapa hari. Kerugian perusahan akibat perbuatan itu ditaksir sekitar Rp122 juta.

Pada 2010, keduanya diadili dan dinyatakan bersalah karena dianggap melakukan perbuatan yang mengganggu jalannya usaha perkebunan sesuai dengan aturan UU Perkebunan. Atas perbuatan itu, Japin dan Vitalis Andi kemudian diputuskan untuk dipenjara selama  1 tahun, demikian pula putusan Pengadilan Tinggi Pontianak dan MA pada 2011.

Walaupun demikian,  majelis hakim PK menemukan hal-hal baru dalam permohonan PK tersebut yakni putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.55/PUU-VIII/2010 pada September 2011. Putusan itu membatalkan ketentuan Pasal 21 jo Pasal 47 ayat (1) UU No.18/2004 tentang Perkebunan karena bertentangan dengan UUD 1945.

 

 

Pasal 21 mengatur larangan setiap orang untuk melakukan tindakan yang berakibat pada kerusakan kebun dan aset lainnya beserta penggunaan tanah tanpa izin. Sedangkan Pasal 47 ayat (1) memaparkan tentang ancaman pidana selama 5 tahun dan denda Rp5 miliar terkait dengan pelanggaran larangan setiap orang untuk melakukan tindakan yang berakibat pada kerusakan kebun, penggunaan lahan perkebunan yang mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan.

"Bahwa dengan pertimbangan tersebut, ketentuan Pasal 21 jo Pasal 47 ayat (1) UU 18/2004 sudah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, karena bertentangan dengan konstitusi," demikian putusan PK yang musyawarahnya diketuai oleh Salman Luthan. "Perbuatan yang diatur oleh Pasal 21 jo Pasal 47 ayat (1) UU No.18/2004 tentang Perkebunan bukan lagi merupakan tindak pidana."

Majelis juga menyatakan terdapat kekhilafan hakim yang memutus perkara itu berdasarkan aturan yang sudah dibatalkan MK. Sehingga majelis hakim PK mengabulkan permohonan Japin dan Vitalis Andi dengan memutuskan untuk merehabilitasi nama para terpidana tersebut.

Walaupun putusan itu sudah diputus pada Juni 2014, namun para penasihat hukum baru mendapatkan salinan putusan itu pada Jumat, 2 Oktober 2015. Penasihat hukum warga Dayak itu tergabung dalam Public Interest Lawyer-Network (PILNET).

Dimintai tanggapannya, Kepala Divisi Keberlanjutan PT Smart Tbk Haskarlianus Pasang tidak menjawab konfirmasi Bisnis, melalui pesan singkat maupun telepon. Direktur Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP)—di mana GAR  menjadi penandatangan ikrar berkelanjutan kelapa sawit— Nurdiana Barus juga tak memberikan respon ketika dimintai tanggapannya.

PASAL REPRESIF

Koordinator PILNET Andi Muttaqien mengatakan upaya perlawanan masyarakat adat terhadap perusahaan perkebunan bukan sebagai tindak pidana. Dia mengungkapkan masyarakat bisa terus melakukan perlawanan terhadap PT BNM.

“Putusan ini menegaskan bahwa ketentuan-ketentuan pemidanaan yang diatur di dalam UU Perkebunan merupakan pasal represif yang hanya menyasar masyarakat petani,” kata Andi, kemarin.

PILNET mencatat kasus Japin dan Vitalis Andi berawal ketika masyarakat adat Dayak Silat Hulu berkonflik dengan perusahaan perkebunan sawit PT BNM pada 2008. Pada April 2008, perusahaan diduga melakukan penggusuran dan perusakan wilayah adat kampung Silat Hulu seluas 350 ha. Areal yang digusur adalah areal perladangan, kebun karet, kebun buah-buahan dan dua buah kuburan. Atas penggusuran dan perusakan ini, masyarakat melakukan perlawanan dan menyita alat berat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anugerah Perkasa

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper