Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

EL NINO: Kemarau Semakin Kering di Bulan September

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta mendeteksi musim kemarau akan berlangsung semakin kering pada September 2015.
Ternak kambing milik warga digembalakan di dasar Waduk Dawuhan, Wonoasri, Kabupaten Madiun, Jawa Timur/Antara
Ternak kambing milik warga digembalakan di dasar Waduk Dawuhan, Wonoasri, Kabupaten Madiun, Jawa Timur/Antara

Kabar24.com, JAKARTA-- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta mendeteksi musim kemarau akan berlangsung semakin kering pada September 2015.

Indeks El Nino kembali menguat dalam level moderat, naik 0,4 poin dibanding awal Agustus lalu.

Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Yogyakarta Teguh Prasetyo mengatakan, jika awal bulan lalu masih pada angka 1,5, indeks El Nino atau tingkat kenaikan suhu permukaan air laut pada akhir Agustus sudah naik menjadi 1,96.

 "Jadi kemarau semakin kering," ucap Teguh, Senin (31/8/2015).

Kondisi musim kemarau yang akan semakin kering, ujar Teguh, akan berdampak pada sektor pertanian. Tak hanya komoditas primer, seperti padi, yang terpengaruh, juga komoditas sekunder, seperti sayur-mayur, yang merupakan tanaman pengganti sembari menunggu musim hujan tiba.

"Sayur-mayur akan lebih banyak butuh air karena panas lebih terik,” tuturnya.

Naiknya indeks El Nino tersebut, kata Teguh, belum akan mempengaruhi faktor cuaca lain. Misalnya gelombang laut masih terpantau normal di bawah 2 meter, sehingga nelayan tetap dapat beraktivitas.

Teguh menjelaskan, dari perhitungan terakhir soal masa terbentuknya awan hujan, hujan diperkirakan akan turun pada awal November hingga Desember mendatang.

Indikator

Dia mengatakan, belum ada indikator baru yang menunjukkan kemarau akan berakhir Oktober mendatang.

“Paling cepat November," ucapnya.

Camat Tepus, Gunungkidul, Sukamto berujar, dari 83 pedukuhan yang ada di wilayahnya, hanya 30 dukuh yang terbebas dari kekeringan total. Setiap hari harus mendapatkan bantuan air karena sumber air sudah mengering.

Dua Desa

Adapun yang masih bisa melaksanakan kegiatan penanaman hanya ada di dua desa, yakni Purwodadi dan Sumberharjo. Sedangkan tiga desa lain sudah tak ada aktivitas penanaman.

"Tanaman yang dibudidayakan sebatas buah dan sayur yang butuh sedikit air, seperti terong dan cabai keriting," tuturnya.

Kepala Seksi Perlindungan Konsumen Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi Gunungkidul Supriyadi mengatakan pengaruh musim kemarau mulai terlihat pada terus berkurangnya stok komoditas pangan yang ada di pedagang.

Stok komoditas di Gunungkidul mulai berkurang karena sejumlah daerah yang selama ini menjadi pemasok mulai dilanda kekeringan.

Harga komoditas cabai rawit hingga kini belum menunjukkan penurunan, masih berkisar Rp60 ribu per kilogram. Cabai rawit selama ini banyak dipasok Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Nancy Junita
Sumber : Tempo.co

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper