Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SIDANG KEPAILITAN: PT Mega Graha Akui Kesulitan Finansial

Produsen barang elektronik Crystal, PT Mega Graha International mengakui tengah mengalami kesulitan usaha seiring dengan proses persidangan kepailitan yang berjalan.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Produsen barang elektronik Crystal, PT Mega Graha International mengakui tengah mengalami kesulitan usaha seiring dengan proses persidangan kepailitan yang berjalan.

Kuasa hukum PT Mega Graha International Amor Tampubolon mengakui adanya klaim utang Slamet Buntaran selaku pemohon dengan nominal Rp2 miliar. Namun, permohonan kepailitan tetap disayangkan.

"Namanya dunia usaha ada naik turunnya, tetapi [permohonan pailit] itu merupakan hak kreditur," kata Amor kepada Bisnis seusai persidangan, Selasa (30/6/2015).

Dia telah memberikan jawaban mengenai kondisi bisnis perusahaan terakhir secara riil. Perusahaan yang memproduksi barang elektronik merek Crystal tersebut mengungkapkan adanya penurunan penjualan dalam beberapa tahun terakhir.

Amor menjelaskan krisis global dan penurunan nilai tukar mata uang rupiah menyebabkan daya beli masyarakat dalam negeri berkurang. Di sisi lain, perusahaan harus menanggung biaya produksi setiap harinya yang cukup besar.

Pihaknya belum akan menempuh upaya perdamaian dengan pemohon di luar persidangan. Perusahaan tengah mengkaji kemampuan keuangan perusahaan.

Dia mengakui sektor industri elektronik tengah dalam kondisi lesu. Mega Graha akan menghitung kembali keberlanjutan dan prospek usaha di industri elektronik.

"Kami ingin berupaya untuk menyelesaikan [utang], tetapi sumber dananya kurang jadi lihat realistisnya saja," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, kuasa hukum pemohon Dhan Rahadiansyah menilai jawaban yang diberikan termohon merupakan pengakuan secara langsung terkait tidak adanya kemampuan bayar. Jawaban termohon bisa menjadi bukti yang sempurna bagi pertimbangan majelis.

"Saya optimistis permohonan kepailitan akan dikabulkan oleh hakim," kata Dhan kepada Bisnis.

Terlebih, lanjutnya, dalam berkas jawabannya termohon tidak menangkis permohonan kepailitan dengan menyertakan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).

Berdasarkan pasal 229 ayat 3 Undang-undang No. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa permohonan PKPU harus diputuskan terlebih dahulu apabila permohonan kepailitan diperiksa pada saat bersamaan.

Berdasarkan berkas permohonan, Slamet mengklaim memiliki piutang terhadap termohon senilai Rp2 miliar yang pembayarannya sudah mandek sejak Januari 2015. Perusahaan yang berkedudukan di Jatiuwung, Tangerang, tersebut belum pernah melakukan pembayaran apapun kepada pemohon. 

Pihaknya juga telah melayangkan surat peringatan (somasi) sebanyak dua kali kepada termohon yakni pada Februari dan Maret 2015. Namun, hingga permohonan kepailitan tersebut diajukan pada 12 Juni 2015 termohon juga tidak merespons secara positif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper